Petiga Kehidupan Article Series,MENDAKI GUNUNG MASALAH

Motivasi

Petiga Kehidupan Article Series,MENDAKI GUNUNG MASALAH

By Hari ‘Soul’ Putra (Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Sore itu Budi lagi uring – uringan di kantornya, waktu menjelang pulang kantor, dia masih duduk di kursi dalam ruang kerjanya.  Pikirannya menerawang tidak menentu, berbagai masalah campur aduk.  Pagi tadi dia mendapatkan telefone dari adiknya, yang mengabarkan dirinya telah di lamar oleh teman kuliahnya.  Antara bahagia bercampur haru dan resah, menelisik ruang sanubari Budi.

Bahagia, adiknya telah mendapatkan pasangan hidupnya, haru karena sebagai kakak dia bisa menunaikan kewajiban pesan terakhir ayahnya, sebelum beliau wafat.  Resah karena saat ini dia sendiri pun belum juga mendapatkan bidadari pujaan hatinya. Sebagai lelaki yang terbilang sukses untuk ukuran desanya, Budi disela – sela bekerjanya, menyempatkan untuk menikmati hidup seperti rekan – rekan sekantornya.  Sudah tidak terkira, berapa wanita yang sempat singgah di hatinya.  Tetapi belum ada satupun yang cocok dengan karakter dirinya.

Jika sekedar mencari pasangan, bukannya Budi mau menyombongkan diri, dengan titel yang disandangnya, dengan karir gemilang yang telah dia rintis selama 15 tahun berselang, banyak para camer (calon mertua) yang sudah siap untuk menjadikannya sang calon menantu idaman.  Tetapi entah kenapa, hatinya merasa ada yang kurang, sosok ideal yang dia dambakan belum juga dia temukan.

Pernah suatu hari, ketika dia sudah merasa cocok dengan wanita teman beda lantai satu apartemennya, si wanita malah sudah di lamar orang.  Hanya karena saat itu, dia sedang giat – giatnya meniti karir dibidang IT.

Semenjak itu, hidup Budi menjadi hambar, terasa ada yang kering.  Uangnya yang banyak, kasur empuk yang saban hari dia tiduri, tidak menjadikannya merasa bahagia, malah kalau boleh memilih, dia ingin seperti anak kecil lagi, polos, hidup tanpa masalah.

Benar kata pepatah, kita bisa membeli kasur empuk yang model apa pun ketika kita punya uang, tetapi kita tidak bisa membeli bagaimana rasa nyenyak tidur ketika kita terkena insomnia.

Tetapi hidup haruslah terus dijalani, apa pun resiko yang telah menghadang di depan sana.

Mitra sejati, alangkah banyak tipe manusia seperti Budi yang saban hari kita temui, apalagi di kota besar seperti Jakarta.  Alih – alih ingin semuanya tersedia dahulu, baru melaksanakan rencananya, tetapi malah sebaliknya, yang dia cari dan di kejar, belum tentu dapat, sementara yang seharusnya di tangan sudah terlepas.  Seperti Budi, seharusnya jangan menunggu punya segalanya dahulu baru memikirkan menikah, tetapi menikahlah maka semuanya (apa pun yang di cita – citakan, selagi masih berkeyakinan kepada Allah SWT), Insya Allah itu akan terpenuhi.

Sekarang kita bayangkan, perbandingan cukup ekstrim, ada rekan saya yang dahulunya kerja bangunan.  Sejak tamat sma dari daerah Batu Retno, Wonogiri dia merantau ke Jakarta.  Ketika berkesempatan silahtuhrahiim ke gubuknya, istilah yang dia pakai untuk menggambarkan rumah harapan yang dia bangun setelah menikah, dia berbagi cerita kepada saya.

Waktu pertama kali ke Jakarta, yang ada dipikirannya, hanya kerja dan kerja.  Kerja keras yang memang secara fisik dia lakukan, seperti tidak membawa hasil apa – apa.  Jika menurut perhitungannya, 10 tahun pun dia bekerja, upah harian atau pekanan yang kadang molor itu, tidak bakalan mencukupi biaya pernikahannya.  Boro – boro mau menghidupi anak istri, untuk menghidupi diri sendiri saja dia tidak jelas.

Berfikir seperti itu, di usianya yang ke 22, dia memberanikan diri untuk melamar gadis teman bermainnya waktu kecil.  Saat ini dia sudah berusia 32 tahun, memiliki 2 orang anak, dengan “gubuk” dan sepeda motor yang saban hari mengantarkannya bekerja di sebuah perusahaan IT terkenal di bilangan Jakarta Selatan.

Dari seorang buruh bangunan, walau hari ini tetap berhubungan dengan bangunan juga, hanya bedanya, dia mengawasi dan mementenance komplek gedung yang menjadi tanggung jawabnya sehari – hari.

Perlu waktu 2 tahun pertama hidup di Jakarta, dia dan istrinya pontang panting untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi Jakarta yang serba cepat.  Jika ketika masih sendirian, tidak ada yang mengatur dan mengingatkan dirinya, dikarenakan tempat proyek yang sering pindah dan tempat penampungan buruh bangunan yang jauh dari layak, tetapi setelah dia punya istri, ritme hidupnya mulai berubah. Walau tetap dengan kondisi standar upah buruh tidak berubah, seperti ketika dia masih lajang, tetapi anehnya ada saja rezeki yang di bawa, hingga setelah hidup berumah tangga selama 10 tahun,

Kuncinya, kata dia menggarisbawahi tentang pernikahan, dia memiliki kesamaan pandangan, dengan membuat komitmen di awal nikahnya dengan isteri tercinta.

Disamping istri yang punya bekal keterampilan menjahit untuk bisa menopang ekonomi suaminya, maka kehidupan pasangan itu terasa lebih baik dan bermakna.

Ketika berbicara kepada saya, dalam dirinya, tidak ada kesan canggung dan minder, jika mengingat bahwa dulunya dia hanya buruh bangunan dari satu proyek ke proyek lainnya.

Gunung masalah

Memang saya ingin membandingkan sebuah kondisi dimana, faktor finansial, kedudukan, jabatan dan fisik tidak menjadikan seseorang untuk bisa berubah.  Jika pada kasus Budi, semua simbol – simbol kemewahan hidup ada pada dirinya dan dia belum berani memutuskan menikah, sementara pada diri sang buruh bangunan teman saya, justru keterpurukan & kekurangan menjadi kekuatan inti dirinya, meminjam istilah Habibie afsyah, sang ikon AYO MANDIRI, seorang internet marketer sukses dari Indonesia, yang sehari – harinya duduk di kursi roda.

Mitra sejati, ada 3 tipe orang ketika menghadapi masalah, menurut Paul G. Stolz,Phd dalam bukunya “Adversity Quotient”   sebuah tawaran kecerdasan yang dimiliki seseorang untuk bisa sukses mengatasi kesulitan dan sanggup bertahan hidup.

Dia menganalogikan seperti ketika kita naik gunung, ada 3 model manusia disana :

1.    Quitters/penyerah, kelompok orang – orang yang berhenti diperjalanan model mudah menyerah dan putus asa.  Pesimis dalam melihat kehidupan

2.    Campers/pekemah, mereka yang mudah merasa puas dengan apa yang telah dicapainya, kurang menyukai tantangan, cenderung mencari situasi yang aman bagi dirinnya.  Orang – orang ini sering diistilahkan sebagai barisan status quo.  Barisan yang mencari kemapanan dan tidak siap mengalami perubahan akibat kenikmatan yang telah diperolehnya bertahun – tahun

3.    Climbers/pendaki, kelompok orang – orang yang mempunyai obsesi untuk maju, antusias dalam menghadapi setiap permasalahan, optimis dalam menatap masa depan.  Tidak mudah merasa puas, selalu menempatkan dirinya dalam jajaran  di atas rata – rata (non mediocre).  Mereka inilah yang oleh Profesor Maslow digolongkan orang yang telah mendapatkan aktualisasi diri.

Mari kita lihat satu per satu dari pendekatan SOsial – spiritUaL (soul), yang pertama : manusia tipe quitters, tipe manusia pembalik badan.  Ketika semua teman – teman dari kelompoknya sedang berjalan, dia perlahan – lahan meninggalkan barisan, karena merasa tidak siap untuk melanjutkan perjalanan.  Tipe pertama ini, adalah tipe yang disenangi oleh Iblis laknatullah wa syetan jahannam.  Orang – orang yang tidak mau menyelesaikan kehidupannya di dunia sesuai dengan kaidah – kaidah langit.

Sisi positif dari tipe manusia model ini, masih bisa di insyafkan dengan cara merepositioning, mengambil arah berbeda dari orang kebanyakan untuk mencari petunjuk jalan yang sebenar – benarnya, yang berpedoman pada Al Quran dan As Sunnah.  Memperbaiki diri selagi masih ada kesempatan, adalah ciri orang yang taubat, sebenar – benar taubat. Ketika sudah menemukan jalan lain yang benar, maka jalan itu harus diperjuangkan hingga titik darah penghabisan

Kedua, manusia tipe campers, tipe manusia jalan di tempat, tidak bergerak ke depan, tidak juga ke belakang.  Tipe manusia ini, terlalu asyik dengan masalah hingga lupa solusi.  Bahwa kita berkemah itu perlu untuk mengistirahatkan hati, fisik, pikiran, perasaan dan semangat kita.  orang – orang yang terlalu bersemangat juga tidak baik, karena akan memboroskan energi, sementara perjalanan masih panjang.

Sisi positifnya, manusia tipe ini bisa melakukan muhasabah, stop and thinking (berhenti dan berfikir) sejenak, untuk mengevaluasi, sejauh mana kita meninggalkan tempat asal kita hingga telah sampai di tengah – tengah gunung.  Sisi positifnya juga, kita bisa memberi tahu kepada orang yang baru mau mendaki atau yang telah kita temukan di jalan, sama seperti kita, untuk saling menguatkan, bahwa jangan memboroskan energi.  Karena semakin tinggi puncak gunung, maka semakin kuat halangan dan rintangan yang akan kita hadapi.

Adapun yang ketiga, tipe manusia yang sering disebut climbers, dimana manusia tipe ini melihat sebuah masalah sebentar saja dan mereka mengatasi masalah seakan – akan tanpa masalah.

Halangan dan rintangan yang muncul di perjalanan tidak menjadikan mereka berputus asa, karena mereka melihat puncak gunung lebih indah, ketimbang memikirkan nyamuk yang menggigit tubuhnya, ular yang menghadang atau binatang buas lain.  Karena sikap teguhnya yang tanpa kenal takut, membuat para binatang pengganggu segan untuk menghadangnya, bedakan dengan orang yang ketakutan ketika melihat binatang buas. Si climbers, tadi Insya Allah tidak akan tergoyahkan walau lautan api yang menghadangnya.

Setelah akhirnya sampai pada salah satu puncak  dari gunung masalah tersebut, mereka melihat ada keindahan yang sesungguhnya, yang menjadi obat penawar dari hari – hari menjalani pendakian.  Setelah puas, mereka terus mencoba untuk menapaki satu demi satu puncak untuk menemukan sumber kebahagiaan.  Karena mereka berkeyakinan, di setiap puncak yang di lewati, terasa kenikmatan yang sukar untuk divisualisasikan akan kemaha kekuasaan dan kemaha kemurahan Allah SWT.

Wallahu’alam bissawab

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

www.p3kcheckup.com (Pembicara-Penulis-Pengembang Komunitas),

www.p3checkup.wordpress.com & di FB : petiga kehidupan

NB 1 : Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.

Info Buku :

1. 21 langkah menuju soul entrepreneur sejati, jalan menuju kaya 3 dimensi (Buku pertama dari 3logi P3K), P3K Check Up Publishing, Jakarta

2. 18 decision for soul theraphy (Seri buku kehidupan), P3K Check Up Publishing, Jakarta

Informasi produk dan pemesanan buku pada Petiga Karir dan bisnis sms center : 0815 1999 4916.

NB 2 : Alhamdulillah sejak Paket Buku sy dilaunching, kamis 23 Sept ’10, berdatangan pesanan dari dalam dan luar Jakarta. Terima kasih kepada rekan-rekan&Sahabat FB atas support materi, pikiran&Do’anya. Semoga mendapat kabarakahan hidup rekan-rekan&Sahabat FB sekalian. Utk info lebih lanjut silahkan utk sms ke 0815 1999 4916.Syukran www.p3kcheckup.com

Petiga Kehidupan Article Series, ANTARA BERLEBIHAN DAN PESONA KECANTIKAN ALAMI

Uncategorized

Petiga Kehidupan Article Series,ANTARA BERLEBIHAN DAN PESONA  KECANTIKAN ALAMI

By Hari ‘Soul’ Putra

(Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Suatu siang di pekan keempat di bulan September, saya mendapat undangan dari seorang sahabat, yang saya anggap keluarga sendiri.  Sudah 5 tahun saya berkenalan dan berinteraksi dengan keluarganya.  Setiap shubuh dan maghrib, ketika tidak sedang memberi training dan melakukan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlash, biasanya kita kumpul mendengar tausiah dari imam masjid yang hafizh sambil sesekali saya ikut nimbrung memperlancar hapalan.  Terkadang beliau menggantikan, imam yang berhalangan, untuk daya ingat hapalan harus saya akui, beliau lebih utun (bahasa Jawa : persisten-pen) ketimbang saya.

Keluarga bapak ini berasal dari Jawa Bagian barat tetapi telah lama menetap di Depok.  Sehingga adat istiadatnya menyerupai orang asli Depok (Betawi).  Dalam kesehariannya kadang beliau meminta second opinion pada saya tentang soalan agama, pendidikan maupun bisnis.  Karena pekerjaan saya lebih banyak berinteraksi dengan manusia dari berbagai kalangan, maka referensi saya tentang soalan tersebut cukup banyak.  Artinya general knowledge yang saya punyai, cukup memadai untuk bisa saya share ke beliau.  Hanya mungkin dari pengalaman hidup dan perjalanan hidup, beliau tidak kalah dari orang – orang di sekitarnya.

Saya pun bukan ensiklopedi berjalan, tetapi saya punya orang yang jika saya bertanya, Insya Allah bisa menjawab dari sisi yang ingin saya tanyakan.  Misalnya ketika berbicara tentang masalah fiqih/hukum Islam tentang suatu perkara, saya memiliki pembimbing yang pernah belajar di Yaman, Hadramaut selama 14 tahun dan saat ini masih terus berkomunikasi dengan salah seorang Syaikh disana.

Hari Ahad itu, saya datang untuk menghadiri acara resepsi pernikahan anaknya yang pertama.  Di pintu masuk, tidak ada yang aneh pada penyambutan tamu, tetapi setelah bersalaman dengan beliau dan diikuti kelurganya, saya sekilas kaget, bukan apa – apa, anaknya yang perempuan, seperti asing dimata saya.  Jika si bapak dan istri serta besannya, berpakaian dan berpenampilan wajar, berbeda dengan anaknya.  Saya jadi ingat sinden/penyanyi yang sering menyanyi di kampung saya waktu kecil, dengan ginju tebal sekali, seperti pemain ketroprak aneka ria.   Seingat saya, si pengantin wanita adalah alumni fakultas kedokteran di Bandung.  Seorang akhwat yang ikut liqa/kajian rutin buat pendalaman tentang agama Islam.

Tetapi hari itu, saya melihat ada nuansa lain, yang saya tangkap, apakah saya yang terlalu over estimasi tentang jati diri seorang akhwat, ataukah itu semua tuntutan skenario dari sang sutradara, yakni ayah ibu atau dari pihak laki – laki.

Jika saya analisa sedikit, buat dari pihak laki – laki, sepertinya tidak mungkin, karena sang mempelai pria, pernah kuliah di LIPIA (sekolah Islam milik pemerintah kerajaan Arab Saudi di Indonesia), tetapi ketika melihat tempat jamuannya tidak terpisah antara laki – laki dan perempuan, maka kemungkinan ini hasil musyawarah antar kedua orang tua keluarga mereka.  Artinya, sang mempelai laki – laki dan mempelai wanita, mengikuti tradisi yang lazim dilakukan pada masyarakat setempat.

Sehingga muncul pertanyaan dari saya, apakah ilmu yang sudah 5 tahun mereka dapati (asumsi baru liqa/ikut kajian waktu kuliah), hilang percuma ataukah tanda bhakti seorang anak adalah menuruti kemauan orang tua semata.

Ketika tulisan ini saya buat, saya belum sempat mengkonfirmasikan kepada sang bapak, dikarenakan faktor kesibukan mengurus kerjaan saya.

Tetapi saya hanya ingin menganalisa dari sisi perempuannya saja.

INNER BEUTY VS OUTER BEAUTY

Sesuai dengan judul tulisan kali ini, antara berlebihan dan pesona kecantikan alami, seorang wanita, maka saya mendefinisikan kecantikan terdiri atas 2 hal :

1.    Kecantikan dari dalam (inner beauty)

2.    Kecantikan dari luar (outer beauty)

Kalau saya membandingkannya dengan kontes seperti puteri Indonesia, konon kabarnya menurut para juri, ada 3 hal yang menjadi parameter penilaian suatu kontes kecantikan, yaitu brain, beauty & behavior.

Artinya menurut mereka, parameternya terdiri atas kecerdasan, kecantikan fisik dan tingkah laku.  Saya tidak dalam kapasitas menilai perbandingan dengan kontes puteri Indonesia, ketika 3 macam model ini yang dicari, akhirnya tetaplah tampilan fisik yang menjadi parameter utama, baru kecerdasan dan tingkah laku.

Kembali ke soalan tadi, kecantikan dari dalam saya pahami sebagai sebuah proses pancaran alami dari diri seorang wanita.  Kecantikan ini biasanya ajeg dan tetap akan dilihat sebagai sebuah proses pendewasaan atas kharisma yang dipancarkan.

Dalam inner beauty ini, seorang akan semakin lama semakin menjadi magnet terhadap pasangan dan buah hatinya.  Sedangkan jika yang belum memiliki pasangan, tetap kelihatan anggun dan berwibawa walau usianya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi.  Pesona ini ditopang atas hasil proses beragama yang benar, artinya makanannya hanya dari yang halal saja, perhiasannya tidak mencolok mata umum, kecuali buat sang pangeran pujaan.  Tutur katanya bermakna dan memberi bekas bagi yang mendengarnya, setiap kita memandang ada rasa segan untuk bersitatap dengan wajahnya dan lain – lain yang jika saya urai satu – satu, kemungkinan akan ada banyak yang berkonsultasi kepada saya nantinya J

Sementara kecantikan dari luar atau outer beauty, di bangun berlandaskan produk – produk dari mindset perusahaan lewat iklan – iklan yang gencar, sehingga masuk dalam alam bawah sadar audiensnya.  Jika persepsi kecantikan versi iklan, yakni tinggi, langsing, putih, kulit tidak berminyak dan sebagainya dengan berbagai testimoni dan model – model yang masih fresh.  Sementara secara tidak sadar, masyarakat kita terus dibohongi oleh kecantikan yang instan.  Jika saya analogikan, sebuah batu kali yang hitam akan tetap seperti itu walau ditempatkan dimanapun, berbeda dengan batu permata yang akan tetap bersinar, kendati terpendam lama dalam lumpur sekalipun.

Apakah masyarakat kita yang katanya intelek, tidak pernah menyadari, bahwa kecantikan instan tersebut merupakan, meminjan istilah Profesor Sarlito Wirawan dari UI, sebagai pseudo psikologi.  Psikologi semu, yang sengaja digembar – gemborkan seakan – akan ilmiah, padahal itu adalah racun yang akan merusak tubuh dari kaum wanita.

KASUS REVLON 1994

Belum lagi ekonomi biaya tinggi yang diterapkan oleh produsen pemanja tubuh wanita, berikut ini saya kutip komentar dari buku ide usaha kecil dan madya, usaha bersaing untuk wanita dan pemuda yang diterbitkan oleh Cakrawala Cinta, cetakan pertama tahun 1994.  Pada halaman 53, disebutkan apa jawaban Charles Revson (Chairman Revlon international saat itu) tatkala ditanyai wartawan – wartawan kenapa untuk lipstick yang praktis sama dengan merk – merk lainnya, Revlon (ultima) telah menjualnya dengan US$ 10 sementara merk lain dengan hanya US$ 2.00?

Revson balik bertanya kepada para wartawan : “Katakanlah Anda benar, dan Anda mengetahuinya.   Sekalipun begitu, lipstick manakah yang akan Anda beli tatkala Anda ingin menghadiahkannya kepada istri atau pacar Anda?

US$ 10 Revlon atau US$ 2 merk lain?

Nah itu pengakuan dari sang produsen sendiri yang berakal – akalan terhadap konsumennya dengan memanfaatkan gengsi mereka.

Katakanlah itu data yang sudah usang, ataupun sang perusahaan sudah merevisi produknya, tetapi spirit dari cerita itu adalah bahwasanya orang khususnya wanita lebih mudah tergoda dengan sebuah merk ketimbang sebuah benefit.  Dalam bahasa iklan hit, yang lebih mahal banyak, tetapi yang lebih memberikan manfaat adalah produk yang kita beli sesuai kebutuhan.

Kembali ke tema di atas, sikap berlebih – lebihan yang ditampakkan oleh anak sahabat saya itu, merupakan indikasi ketidakberdayaan atas sebuah hegemoni keluarga atau ketidakmampuan dari pihak pengantin untuk bersikap atas nama keluarga.

Relasi antara kehendak keluarga dan sikap ‘menurut’ ini, akan terus mentradisi seperti tradisi wisudanya para jilbaber, yang lebih mementingkan riasan make up nya ketika masuk waktu shalat, dengan alasan ini hanya dilanggar satu kali saja.

Semoga sikap berlebih – lebihan ini, dalam bahasa agama disebut tabarrujj, mesti dihilangkan untuk diganti kepada kesederhanaan yang nantinya tergantikan oleh pesona kecantikan alami yang muncul dari dalam diri si wanita idaman.

Wallahu’alam bissawab

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

www.p3kcheckup.com (Pembicara-Penulis-Pengembang Komunitas),

www.p3checkup.wordpress.com & di FB : petiga kehidupan

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.

Info Buku :

1. 21 langkah menuju soul entrepreneur sejati, jalan menuju kaya 3 dimensi (Buku pertama dari 3logi P3K), P3K Check Up Publishing, Jakarta

2. 18 decision for soul theraphy (Seri buku kehidupan), P3K Check Up Publishing, Jakarta

Informasi produk pada Petiga Karir dan bisnis sms center : 0815 1999 4916.

Petiga Kehidupan Article Series, PENOLAKAN DALAM kePEMBICARAan, kePENULISAN & PENGEMBANGan KOMUNITAS

Uncategorized

Petiga Kehidupan Article Series,

PENOLAKAN DALAM kePEMBICARAan, kePENULISAN & PENGEMBANGan KOMUNITAS

By Hari ‘Soul’ Putra

(Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Lawan dari kata menolak adalah MENERIMA, berapa banyak hidup kita selalu menerima keadaan (Bahasa Jawa : nrimo-Pen), entah yang biasa – biasa karena tidak berdaya ataukah menerima karena harus kompromi oleh keadaan dan situasi tertentu.  Jika kita disuruh memilih, bekerja atau bersantai, maka pilihannya adalah bersantai. Bersantai merupakan suatu bentuk dari penerimaan diri kita terhadap sebuah kondisi.   Contoh lain, jika kita di suruh memilih, syurga apa neraka, pasti jawabannya, syurga.  Atau dalam bahasa pelatihan sering disebut, mencari nikmat dan menghindari sengsara.  Ini juga merupakan sebuah kondisi dikarenakan kita menerima sebuah bentuk kesadaran, yang disodorkan oleh seseorang atau sebuah pemahaman dalam sebuah komunitas.  Intinya, secara sadar dan tidak sadar, kita dipaksa untuk menerima dalam sebuah situasi dan kondisi tertentu.

Sekarang kebalikannya, sama – sama sebuah pilihan, hanya bedanya jika contoh tadi kita cenderung untuk menerima, sekarang apakah kita mau membantu orang, sedangkan kita sendiri kesusahan, dan apakah kita juga mau menginfakkan harta kita karena sebuah tuntutan agama, sementara kita sendiri kekurangan?  Disini yang terjadi, mayoritas dari diri kita akan membuat pagar resistensi diri, mungkin ada yang dengan senang hati membantu orang lain dikala kesusahan, mungkin juga ada yang dengan keikhlasannya berinfaq, tetapi kebanyakan kita akan sedikit ragu – ragu, biasanya hawa penolakan lebih kentara ketimbang menerima.  Hal ini disebabkan kita akan merasa kehilangan sesuatu dari diri kita, sesuatu yang kita sebut sebagai sebuah kepemilikan, tetapi pada kenyataannya itu hanya sebuah titipan.

HUKUM KESEIMBANGAN

Jika kita cenderung mendapatkan sesuatu, padahal sesuatu itu belum tentu kita dapatkan, kita akan dengan senang hati menerimanya, tetapi jika kita harus mengeluarkan sesuatu, biasanya timbul sifat keengganan dalam diri kita.  Dan masalah terbesar dari zaman ke zaman, hanya berkutat pada dua hal tersebut. Itulah yang sering disebut sebuah hukum keseimbangan.

Saya ambil sebuah contoh dalam panggung sejarah, dalam beberapa torehan sejarah para nabi atau rasul pembawa pesan dari langit, kendati diakhir perjalanan hidupnya menemui kebenaran, walau terkadang pahit, selalu ada saja orang – orang yang merasa kehilangan.  Seperti pada peristiwa Profesor Kejahatan, Abu Jahal, ditilik dari segi manapun entah kejujuran, keturunan, akhlaq hidup sehari – hari, kualitas diri, kecerdasan, kekayaan dan kewibawaan Insya Allah tidak ada perbuatan dan noda tercela yang bisa meruntuhkan kharisma dari Nabi Muhammad SAW, Sang utusan langit.  Tetapi dikarenakan merasa akan kehilangan sesuatu, maka berbagai cara dilakukan.  Dan ketika mentok, tidak ada yang bisa dipersalahkan, maka satu – satunya jalan, pembenar adalah dengan memberi branding atau cap kepada Nabi Muhammad SAW sebagai tukang sihir dan orang gila.

Ketika beberapa kabilah/suku mempertanyakan kenapa begitu bencinya Abu Jahal kepada Muhammad yang notabene adalah keponakannya sendiri, di jawab oleh Abu Jahal “Engkau tahu wahai para pemimpin kabilah, siapakah orang yang paling terpandang di jazirah Arab ini? Di jawab oleh para pemimpin kabilah “Engkau ya Abu Jahal,”

“Siapkah orang yang paling kaya di jazirah Arab ini? Kembali di jawab “Engkau ya Abu Jahal.”

Kembali bertanya Abu Jahal, “Siapakah orang yang memiliki kekuasaan di tanah Arab ini? Kembali para pemimpin kabilah menjawab, “Engkau ya Abu Jahal.”

“Itulah, engkau sudah tahu jawabnya sendiri, wahai para pemimpin kabilah”

Mitra sejati, saya tidak memperpanjang percakapan di atas, tetapi yang ingin saya sampaikan bagaimana mungkin seorang anak kemaren sore (Baca : Muhammad SAW) mau menggeser hegemoni dari seorang pemimpin dan sekeren Abu Jahal (dalam banyak riwayat disebutkan, Abu Jahal sangat menjaga wibawa dan pakaiannya-Pen).  Jadi masalahnya bukan sekedar kebagusan akhlaq seseorang yang membuat orang itu menjadi simpati, tetapi juga ruuh ketersinggungan akan sebuah harga diri, yang membuat orang menjadi gelap mata, tidak bisa menilai sesuatu dengan hati yang jernih.

Intisari dari pemaparan saya di atas, pada prinsipnya, belum tentu ketika kita sudah benar – benar memperbaiki diri, untuk menerima sebuah penghargaan, dan kita berharap orang lain menjadi seperti apa yang kita inginkan, mereka juga melaksanakan apa yang menjadi seharusnya.  Tetapi mungkin ada sebab lain, yang harus kita terima sebagai bagian dari KESEIMBANGAN.

KESEIMBANGAN AYAT NERAKA DAN AYAT SYURGA

Dalam berbagai bidang, termasuk penjualan tentunya, kata menerima lebih disenangi ketimbang kata penolakan.  Kata menerima sering lebih menancap dalam alam bawah sadar kita.  Kita selalu mencari kesamaan – kesamaan dan penerimaan – penerimaan, lihat saja dalam reuni sebuah sekolah, selalu yang dicari adalah orang – orang yang dikenal, entah karena kesamaan pandangan, hobi, bakat dan sebagainya.   Sementara perbedaan, penolakan selalu dihindari.  Jika hidup kita hanya mencari kesamaan – kesamaan, kapan kita menghargai perbedaan.  Ketika kita hanya meyakini hanya sebuah penerimaan, kapan kita siap mengalami penolakan.

Sudah sifatnya manusia cenderung berjalan pada rel yang bertemakan kesamaan, tetapi tahukah mitra sejati, bahwasanya, riset yang dilakukan oleh Rasyid Khalifah, salah seorang tokoh matematika Islam kontemporer, beliau menyebutkan “Jumlah ayat tentang neraka dan ayat tentang syurga sama persis.”  Jika ayat yang terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6236 ayat, maka setengahnya adalah ayat – ayat yang bercerita tentang neraka dalam berbagai perspektif dan setengahnya bercerita tentang syurga dalam berbagai perspektifnya pula.

Jadi tidak heran, ketika kita menerima kesamaan di suatu sudut bumi, maka di sudut bumi yang lain, terjadi perbedaan.  Ketika sebuah rumah tangga yang kelihatannya harmonis tanpa masalah, berarti sebenarnya dalam rumah tangga tersebut sedang terjadi masalah besar, sampai – sampai mereka tidak bisa mendefinisikan masalahnya dengan jelas dan teratur.

Kok masalah berhubungan dengan keteraturan?

Ketika masalah menumpuk – numpuk di gudang semesta, sebenarnya solusi – solusinya saat itu justru minta dikeluarkan oleh semesta sesuai tingkat dan kadar dari masalah tersebut.

Dalam kaitan antara masalah dengan penolakan, berarti adanya sebuah solusi yang bersinergi dengan penerimaan.  Dan tentunya, masalah – masalah tersebut perlu di urai, hingga menjadi kepingan – kepingan solusi secara jelas.

LEGENDARY DARE TO FAIL

Dalam berbagai pelatihan motivasi, contoh legenda kontemporer pembawa penolakan dalam hidupnya adalah sebagai berikut :

Pada usia 7 tahun diusir bersama keluarganya dari tanah milik mereka

Pada usia 9 tahun di tinggal mati oleh ibunya

Pada usia 22 tahun dipecat sebagai staf administrasi sebuah toko

Membutuhkan waktu 17 tahun untuk melunasi hutang – hutangnya

Pada usia 25 tahun di tinggal mati kekasih yang sangat dicintainya dan mengalami penolakan cinta pada kesempatan kedua

Di samping itu juga gagal sebagai anggota legislatif

Pada usia 29 – 31 tahun mencoba lagi menjadi anggota legislatif dan dua – duanya mengalami kegagalan

Pada usia 33 tahun mengalami penderitaan dalam perkawinannya

Pada usia 34 & 39 tahun mengalami kegagalan sebagai anggota kongres

Juga di tinggal mati anaknya yang berusia 4 dan 18 tahun

Pernah melamar ke US Land Office dan DI TOLAK

Pada usia 45 tahun kalah dalam pemilihan anggota senat

Pada usia 47 tahun kalah dalam pemilihan presiden

Tentu mitra sejati sangat paham dengan sejarah ini, beliau adalah Abraham Lincoln, yang di akhir hayatnya mati di bunuh, tetapi menjadi presiden paling masyhur sebagai presiden Amerika Serikat dalam usia ke – 51.

Satu kalimat yang paling popular dari beliau adalah “Tidak penting berapa kali Anda gagal, yang penting berapa kali Anda bangkit.”

Jika Abraham Loncoln, lebih banyak mengalami kegagalan sebagai seorang orator atau PEMBICARA.  Sekarang saya akan memberi contoh penolakan sebagai PENULIS, jika hari ini masih ada seorang penulis pemula yang mengalami penolakan dari sebuah penerbitan, apakah masih ada yang melebihi Robert Pirsig?  Jika waktu 6 tahun adalah singkat dalam menunggu diterbitkannya sebuah buku,masih banyakkah orang yang sanggup untuk mengalami 121 kali penolakan oleh para penerbit.

Isi bukunya tidak terlalu istimewa, hanya bercerita tentang naik motor dari Minnesota ke barat, belum terlalu spektakuler di banding petualang sejati dengan ransel birunya, Bang Gola Gong yang bisa kita simak dari buku Balada Si Roy (dahulu di terbitkan oleh Majalah Anita Cemerlang secara bersambung-Pen).

Tetapi daya tahan penolakan dan daya juang untuk bisa diterima oleh penerbit, bisa disejajarkan dengan Bang Gola Gong, yang hidup dalam dunia fiksi dan realita (baca : Menggenggang dunia Bukuku  Hatiku, Catatan Sang Avonturir yang diterbitkan oleh DAR Mizan-Pen).  Baru pada editor ke 122 oleh James Landis dari Penerbit William Morrow pada tahun 1974, bukunya diterbitkan dengan judul spekulasi “Zen and the art of motorcycle maintenance.”

Spektakulernya buku ini meledak dan menghasilkan 100.000 copy per tahun yang bertahan selama 20 tahun.  Subhanallah

Jadi kenapa kita harus kecewa dengan penolakan, bukankah sehari – hari kita sering di tolak dalam perspektif berbeda.  Ketika seorang ibu ingin anak gadisnya menikah dengan pria pilihan sang ibu, tetapi anaknya tidak menerima itu juga bagian dari penolakan.  Ketika seorang ayah ingin membeli kado istimewa kepada anaknya yang berulang tahun, kebetulan dia sedang tidak punya uang, dan anaknya cemberut, bukankah itu juga penolakan.  Ketika nanti di usia tua, kakek nenek yang ditinggal pergi anak – anak dan cucunya itu juga mekanisme penolakan oleh semesta.

Bukan berapa kali kita di tolak, tetapi berapa kali kita bangkit untuk menjadi pemenang untuk diterima di semesta dan mendapat ridho Allah SWT tentu, itu poin pentingnya, the real champion is not just a winning competition, but everyone who can stand up from every failure.

Akhirnya untuk contoh PENOLAKAN dalam bidang PENGEMBANG KOMUNITAS akan saya tulis dalam artikel – artikel berikutnya.  Tetap forek (fokus dan rileks) dalam membaca artikel dari saya dan mohon maaf jika kurang berkenan.

Wallahu’alam bissawab

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

Http://www.p3kcheckup.com (Pembicara-Penulis-Pengembang Komunitas),

www.p3checkup.wordpress.com & di FB : petiga kehidupan

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.

Info Buku :

1. 21 langkah menuju soul entrepreneur sejati, jalan menuju kaya 3 dimensi (Buku pertama dari 3logi P3K), P3K Check Up Publishing, Jakarta

2. 18 decision for soul theraphy (Seri buku kehidupan), P3K Check Up Publishing, Jakarta

Informasi produk pada Petiga Karir dan bisnis sms center : 0815 1999 4916.

Petiga Kehidupan Article Series, MEMBACA ULANG NOVEL KCB KANG ABIK

Uncategorized

Petiga Kehidupan Article Series,MEMBACA ULANG NOVEL KCB KANG ABIK

By Hari ‘Soul’ Putra (Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Malam itu selepas maghrib, saya mampir di sebuah warung makan di bilangan Depok, kendati sudah suasana syawal atau lebaran, ketika melihat sebuah sinetron yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta, masih terpampang jelas, sinetron religi spesial ramadhan. Tak pelak, hati saya bergumam, “ Sudah kehilangan ruuhnya kah, daya magnet dari Kang Abik.”

Saya bukanlah penonton yang mengikuti secara estafet day by day sinetron tersebut, tetapi saya orang yang cukup menikmati beberapa versi atau varian dari karya tersebut.

Perkenalan dengan Kang Abik

Berawal dari perkenalan saya secara tidak langsung dengan penulisnya via miling list FLP (Forum Lingkar Pena).  Waktu itu saya bersama – sama dengan Galank Lufityanto, Kusmarwanti, Nurul F Huda dan teman – teman yang membidani lahirnya FLP cabang Yogyakarta di bulan agustus tahun 2000.  Dalam diskusi via milis tersebut, bisa dilihat karakter sejati seorang penulis lewat postingan – postingannya.  Ketika saya hijrah ke Bandung dan Jakarta dan sekarang menetap di Depok, interaksi dengan teman – teman FLP masih tetap terjalin, bahkan beberapa kali sempat sebagai tenaga yang diperbantukan dalam acara – acara FLP, kendati sekarang sudah tidak masuk dalam struktur kepengurusan.  Akan halnya Kang Abik dari Mesir dan kembali lagi ke Indonesia, dalam kepengurusan periode 2009 – 2013 M di dapuk sebagai Dewan Pertimbangan FLP Pusat, yang dikomandoi Mbak Izzatul Jannah (Setiawati Intan Savitri).

Sebagai seorang fenomenal dan profesional, walau bukan dari latar belakang kuliah di bidang sastra seperti Mbak Helvi Tiana Rosa (Founder FLP-Pen), beliau mempunyai semangat untuk memajukan negeri ini lewat karya – karyanya yang menggerak dan mencerahkan.

Dengan latar belang ilmu hadits yang dia kuasai, banyak kutipan – kutipannya yang bersandarkan pada Quran dan Hadits serta pendapat jumhur ‘ulama, menjadi ciri khas tersendiri, melanjutkan tradisi menulis ala sastra  propetik kontemporer yang digagas oleh Mbak Helvi di tahun 80 menjelang 90-an lewat wasilah Majalah Annida.

Terakhir kali saya bertemu beliau dalam sebuah diskusi yang diadakan Keluarga Muslim Citibank (KMC) di Plaza Bapindo Sudirman Jakarta ketika heboh – hebohnya Film Ayat – Ayat Cinta yang menjadi box office dalam waktu singkat.

Ketika membaca beberapa novel dan cerpennya yang segar dengan ide – ide baru, serasa menemukan oase dalam kepenatan hidup di kota besar seperti Jakarta.  Harus saya katakan, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan dari karya – karya beliau.  Kalau akhirnya saya harus mengomentari salah satu karyanya, lebih kepada sebuah pernyataan penghormatan atas kiprahnya selama ini.

Baik kita kembali ke topik semula, setelah menonton sinetron tersebut, saya membaca ulang novelnya.  Terbayang kembali, adegan – adegan versi layar lebarnya.  Ketika membaca profil narasi seorang Anna Althafunnisa yang terbayang adalah sosok Okki Septiana Dewi pun ketika membaca kisah tokoh Ayatul Husna, terdeskripsikan adalah bayangan Meyda Shafira sebagai pemerannya.  Juga ketika berbicara tentang KH Lutfi Hakim, yang muncul sosok khas naga bonar, Kang Haji Deddy Mizwar.

Bahkan ketika harus mengomentari KCB versi layar lebar, saya sempat hutang komentar kepada pemeran Nyai Nur, istri KH Lutfi Hakim yakni Bunda Meidiana Hutomo.

Komentar saya kepada beliau pada tanggal 18 September 2009 M, 2 hari setelah launching film KCB 2  “KCB 2 full Indonesia, nuansa Indonesia yang ingin ditonjolin Kang Abik sebagai seorang penulis bisa membuat perubahan peradaban lewat pena-nya untuk menuju derajat taqwa.   Cuma dari segi keindahan, saya harus katakan Mesir lebih menarik dari segi packaging/kemasan.  Efek melodramatic dan suspensenya KCB 2 lebih powerfull, apalagi pada sesion mengomentari “ Azzam lebih baik cara menyampaikan Kitab Al Hikamnya dari pak kyai” kata saya mengakhiri kalimat itu.

Di jawab oleh beliau, “Terima kasih komennya, he he he termasuk dialog nyai… “

Mitra sejati, ketika membaca ulang, kata demi kata yang dirangkai Kang Abik, serasa berbicara dan mendengarkan langsung tausiah – tausiahnya.   Saya kira, Kang Abik bukan hanya sebagai penulis an sich, tetapi juga seorang narator dan motivator lewat karya – karyanya.  Jika boleh saya sandingkan, beliau seperti Hirotada Ototake, motivator asal Jepang yang tidak memiliki tangan dan kaki (tetramelia) atau juga seperti rekan saya sesama trainer, Mas Eko Ramaditya Adipura, blind motivator (tunarungu), mereka sudah menggerakkan dan memotivasi orang sebelum dia sendiri berbicara.  Hanya bedanya, Kang Abik lewat pena dan gagasannya, sementara Oto chan, nama beliau waktu kecil, lewat aktivitas fisik yang membuat rintangan menjadi peluang dan Mas Eko lewat blog dan arransmen musiknya.

Bahkan saat ini, banyak profesi yang beliau tekuni, seperti penulis skenario, sutradara, pembicara publik, pemilik penerbitan dan entrepreneur.  Lewat karya fiksinya, dalam salah satu bedah novel KCB di Depok, bukan mengupas proses kreatifnya ketika menuliskan novel KCB, tetapi memotivasi masyarakat lewat semangat entrepreneur via tokoh Azzam.  Hal yang jarang terdengar dalam seminar – seminar berbau entrepreneurship.

Penutup, pebuah perbandingan motivatif

Ketika saya memutuskan berprofesi sebagai pengajar non formal dan penulis independen, setelah memutuskan keluar dari lingkaran karyawan di sebuah Bank Asing, tekad saya sudah bulat, berjuang sampai titik tertinggi.  Bukan hasil yang menjadi parameternya, tetapi proses yang saya jalani yang menjadi fokus saya. Jika hanya bicara hasil, hasil merupakan efek samping dari sebuah proses kerja profesional, janganlah kita seperti Tuhan yang serba tahu setiap kejadian masa depan,cukuplah punya mimpi yang dijalani dengan sepenuh hati, mencintai profesi kita dengan totalitas, dan menjadi jembatan berbagi kesuksesan pada masyarakat.

Saya yang masih dan Insya Allah akan terus belajar sebagai pengajar non formal, dalam bahasa profesinya sering di sebut trainer, yang mentransfer skillnya untuk membangun kepribadian manusia.  Ketika kepribadiannya dibangun, tinggal dia mentransformasikannya menjadi value added (nilai tambah) yang menjadi wasilah buat meningkatkan karir dan bisnisnya guna mendapatkan kesuksesan yang dia idam – idamkan.

Profesi sebagai trainer, yang notabene bagian dari ilmu psikologi, harusnya berlatar belakang keilmuan tersebut.  Tetapi yang saya lihat, banyak sekali para alumni fakultas psikologi entah level sarjana hingga doktor, bahkan bergelar profesor sekalipun belum mencerminkan cara – cara atau pendekatan motivatif dalam penyampaian materi – materinya, padahal mereka adalah orang – orang yang tahu tentang karakteristik psikologi manusia.  Sementara mereka yang bukan secara khusus mendalami studi keilmuan tersebut dengan latar belakang yang aneh – aneh, seperti saya misalnya yang lulusan fakultas teknik industri, menjadi lebih aware terhadap fenomena kebutuhan masyarakat saat ini.  Bahkan jika boleh saya katakan salah satu motivator terbaik yang pernah dilahirkan negeri ini adalah Ir Soekarno, terlepas positif dan negatif dari sisi kehidupannya.

Apa yang membuat para pengajar non formal atau trainer salah jurusan tadi bisa memahami fenomena yang berkembang, tidak lain mereka langsung belajar dari guru – guru kehidupan yang tersebar di muka bumi.  Mengolah inspirasi tersebut menjadi materi – materi sederhana, tanpa terlibat secara teknis dari sisi metodologi yang kerap kali menjadi beban dari para pegiat psikologi teoritis yang bercokol di kampus – kampus.

Yang tidak kalah pentingnya, mereka rata – rata memiliki mentor yang sudah sukses dalam dataran duniawi.  Entah berbagai simbol – simbol kemewahan atau simbol – simbol yang tidak kelihatan seperti dewasa secara kehidupan baik dewasa biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual.

Dengan adanya para mentor inilah, jalan panjang nan berliku yang harusnya dia lewati, menjadi semakin mudah dilewati tanpa harus mengalami trial and error lagi, tetapi trial and learning, belajar dari kesalahan – kesalahan pendahulu – pendahulunya.

Yang sering saya katakan dalam pelatihan – pelatihan yang saya selenggarakan, ketika kita mencoba mendaki sebuah gunung, kita akan mencari jalan tercepat untuk sampai ke puncak gunung tersebut.  Alhasil bukan jalan tercepat yang kita dapatkan, tetapi seperti pencarian yang tidak berujung. Itu ibarat dunia yang luas, tanpa kita tahu ujungnya dan akan dimana berakhirnya kita nanti.  Ketika kita mencoba terus naik ke puncaknya, sementara bahan bakar dan logistik sudah habis, artinya nyawa kita sudah dipanggil oleh sang pencipta, saat itulah kita baru menyadari, sebuah kesia – sian telah kita lakukan.

Berbeda dengan orang yang sudah pernah sampai puncak gunung tersebut, ketika dia turun, dia membuat tangga – tangga secara jelas mulai dari lembah gunung hingga puncak gunung, kita tinggal menjalaninya secara sadar, bahwasanya ada orang yang telah sampai di puncak gunung tersebut.  Sehingga ketika kita dipanggilpun dalam sebuah perjalanan, kita tidak akan pernah menyesalinya, karena track/jalan yang telah kita lalui ini, sudah sesuai dengan panduan yang mentor tersebut pernah jalani.

Sama juga jika, analogi jalan tersebut adalah Islam dan sang mentor adalah Rasulullah Muhammad SAW yang sudah pernah menghadap RabbNya dan melihat langsung syurga dan neraka tempat kita kembali nantinya, kita tinggal mengikuti jalan yang beliau tempuh, tanpa harus seperti beliau, mencari sebuah pencerahan selama 5 tahun di Gua Hira.

Inilah yang saya maksudkan memahami esensi kehidupan dan tahu harus kemana hidup ini akan bergerak.

Sebagai penutup, karena sebuah perbandingan motivatif dan reflektif,  perjalanan seseorang jangan dilihat dari hasilnya tetapi lihatlah dari proses yang dilakukan, seperti Rasulullah SAW belum sempat melihat Imperium Romawi dan Persia jatuh ke tangan Islam dalam masa hidup beliau yang singkat.

Wallahu’alam bissawab

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

Http://www.p3kcheckup.com (Pembicara-Penulis-Pengembang Komunitas),

www.p3checkup.wordpress.com & di FB : petiga kehidupan

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.

Petiga Kehidupan Article Series, MENJADI SUAMI BERKARAKTER IDOLA PARA ISTRI

Uncategorized

Petiga Kehidupan Article Series,MENJADI SUAMI BERKARAKTER IDOLA PARA ISTRI

By Hari ‘Soul’ Putra (Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Jum’at pagi itu setelah membaca Al Matsurat, entah kenapa hati saya tergerak untuk membaca kembali novel Ketika Cinta Bertasbih Karangan Kang Abik (Habiburrahman El Shirazy-Pen). Awalnya hanya mencari beberapa adegan yang menarik dari novel tersebut, lalu beralih pada informasi yang ditulis Kang Abik dengan mengutip Quran, Hadits, Atsar para Sahabat dan buah pemikiran para ‘Ulama – ‘ulama salaf dan khalaf terkemuka.  Yang saya rasakan adalah kedalaman ilmu para ‘ulama shaleh tersebut.  Bagaimana secara cerdas Kang Abik mengutip perkataan mereka dan secara kaidah sastra menyatu dalam cerita.

Jika seseorang hanya sebatas mengutip tanpa memiliki ilmunya, dipastikan rasa yang muncul adalah rasa hambar, tetapi di tangan orang yang paham tentang ilmu, yang bisa saya rasakan adalah kesadaran untuk memberi informasi tanpa harus menggurui.  Saya sangat yakin, Kang Abik melakukan apa yang beliau katakan (walk of talk), dan beberapa pandangan yang beliau kutip secara tidak langsung menunjukkan pandangan yang beliau anut.

Lantas apa hubungan antara judul di atas dengan novel Ketika Cinta Bertasbih?

Mitra sejati, seperti yang pernah saya singgung pada tulisan – tulisan yang lalu, bahwasanya rasa berbahasa menunjukkan tingkat peradaban sebuah bangsa.  Semakin tinggi dan halus rasa berbahasa itu, maka semakin tinggilah sebuah peradaban di mata komunitas alam semesta.

Ketika rasa berbahasa menjadi salah satu tolak ukur atau parameter dari sebuah peradaban, pertanyaan yang muncul, untuk apa kita memperjuangkan sebuah peradaban, sementara rasa berbahasa kita saat ini, semakin lama semakin terdegradasi oleh budaya pop, budaya instan.

Tangga – tangga perubahan

Alakah baiknya saya merefresh kembali tangga – tangga perubahan, dimulai dari paradigma (paradigm) yang benar, menuju kebiasaan (habit’s) yang benar, hingga menghasilkan karakter (character) yang benar, dilanjutkan perubahan budaya (culture), hingga membentuk sebuah peradaban (civilization).

Jika kita cermati, karakter adalah hasil jadi kebiasaan yang benar, lantas agar para suami menjadi memiliki karakter sehingga menjadi idola para istri, sebaiknya kita ambil hikmah dari novel KCB (Ketika Cinta Bertasbih).

Belajar dari Azzam

Tentu mitra sejati, kenal dengan tokoh azzam, seorang mahasiswa idealis dengan nilai summa cumlaude di awal kuliahnya, tetapi faktor keadaan akhjirnya menjadi orang yang lebih mementingkan bisnis ketimbang studi di Al Azhar Mesir.  Sosok yang menjadi pahlawan keluarga, pejuang, pekerja keras dan teguh memegang prinsif.

Mari kita lihat sejenak, apa yang membuat dia bisa sehebat itu.

Bahwa untuk masuk ke universitas sekaliber Al Azhar, bukan perkara gampang, perlu usaha yang sungguh – sungguh dan daya tahan yang tinggi. Ketika sudah diterima pun, persoalan demi persoalan datang silih berganti, tekanan baik dari sesama mahasiswa Indonesia dan negara – negara lain, juga datang dari mahasiswa tuan rumah sendiri, Mesir.  Ataupun lingkungan dari keluarga yang ditinggalkan, cerita sukses dan kebanggaan menjadi harapan bagi keluarga Azzam sendiri atau warga kampungnya.

Belum lagi pola hidup bermasyarakat di negeri baru, dengan adat istiadat dan corak budaya yang berbeda.  Intinya banyak persoalan – persoalan baik secara personal, sosial maupun spiritual harus diselesaikan.

Sampai disini saja, buat menggambarkan kompleksitas seseorang dengan karakter yang kuat saja belum cukup, belum lagi bagaimana si mahasiswa mengatasi masalah – masalahnya dengan arif dan bijaksana.

Kita kembali ke judul di tulisan ini, jika saya tanyakan kepada para orang tua yang memiliki anak gadis, kira – kira model lelaki seperti apa yang menjadi idaman  mereka buat menikahkan dengan putrinya.  Jika kita tanyakan kepada seorang bapak atau ibu yang memiliki bekal ilmu agama, maka jawaban standarnya adalah sesuai dengan hadits tentang pemilihan calon pasangan.   Di mulai dari agama, punya ilmu dan leadership, keturunan, kecerdasan dan fisik. Pertanyaannya, apakah cukup seperti itu, jika belum apalagi yang harus ditambahkan.  Dan akan berbeda ketika pertanyaan ini ditujukan kepada orang cenderung kepada simbol – simbol kemapanan.

Ketika standar tersebut diterapkan, Insya Allah pilihan mitra sejati sangat tepat, hanya sangat disayangkan, belum secara totalitas.  Kenapa belum totalitas?

Untuk menjawabnya akan saya garis bawahi, calon tersebut belum diketahui karakter dasarnya.  Sebatas melihat sebuah parameter – parameter yang kelihatan, belum bisa kita jadikan pegangan utuh, tetapi ketika seseorang tersebut bisa kita pancing, sifat dasarnya, maka Insya Allah apa yang kita harapkan menjadi kenyataan.

Sebagus apapun ilmu agama seseorang, ketika dia dikerumunan orang – orang dalam sebuah masyarakat, ada karakter yang bisa di negosiasikan.  Tetapi ketika dia lagi bersendirian, maka karakter dasarnya akan kelihatan.

Sebagai sebuah contoh riil, ketika sebuah halaqah yang dipimpin oleh seorang ustadz sedang riihlah ke kepulauan seribu di utara Jakarta, ketika sedang naik perahu yang airnya bisa di ciduk dengan tangan, tiba – tiba terjadi gelombang yang mengakibatkan perahu hampir oleng, saat itulah, tidak ada yang memperhatikan sang ustadz, semuanya sibuk dengan kegiatan masing – masing untuk menyelamatkan diri, tanpa mempedulikan keadaan sang ustadz.  Padahal mereka sudah ikut kajian tersebut sudah puluhan tahun, tahu ilmu agama, tahu masalah komunikasi dan lain – lain.  Tetapi ketika dihadapkan pada situasi yang mengancam jiwa masing – masing, maka nafsi – nafsi menjadi jalan terbaiknya.

Itulah manusia yang lebih mementingkan diri pribadi dan tidak rela berkorban buat orang lain ketika di ambang sakratul maut.  Itu menunjukkan salah satu karakter dasar manusia, bersifat mementingkan diri sendiri, dalam batasan tertentu tidak jadi masalah, tetapi ketika hidup bermasyarakat, perlu adanya penyesuain – penyesuaian.

Cara memahami karakter dasar sejati manusia

Benarlah kata Sahabat Umar Ibn Khatab RA, jika kita ingin mengetahui karakter dasar manusia, selain melihat dia ketika sendirian, yang pertama, mabit/nginaplah di rumahnya.  Ketika kita mabit di rumah dia Insya Allah semua akan terbuka dengan sendirinya, rahasia – rahasia yang selama ini dia tutup tutupi.  Mulai dari interaksi dengan tetangga kiri kanan,  ini bisa kita lihat, apakah tetangganya menerima dia dengan tangan terbuka ataukah menyimpan sesuatu yang membuat dia tidak disukai lingkungannya.  Bagaimana dia jika shalat di masjid,  apakah sebatas menjalani ritual tanpa makna, atau kah ketika shalat menjadi panduan bagi jama’ah yang lain dan setelah selesai shalat menjalankan fungsi – fungsi edukasi kepada masyarakat.  Kita bisa secara objektif menanyakan kepada jama’ah yang ada tentang kelakuan dia selama ini di masyarakat.

Yang kedua, shafar/melakukan perjalanan, ketika malakukan shafar, perangai aslinya akan sangat – sangat kelihatan, apalagi dalam waktu yang cukup lama seperti satu pekan.  Tidak mungkin seseorang jaim/jaga image 24 jam sehari dan 168 jam sepekan.  Walau dia seorang artis/aktor pemain watak sekalipun, pasti sifat – sifat aslinya sangat – sangat kentara.  Jika mabit mungkin dia bisa memenej dengan sempurna, tetapi jika di luaran tanpa  ada yang membantu, maka faktor kemandirian dan akhlak yang menjadi ciri khasnya bisa kita baca.  Shafar ini bisa juga diartikan dalam perjalanan dalam bis, kapal atau pesawat, bisa juga dipahami sebagai perjalanan menetap dalam suatu waktu seperti berkemah misalnya.

Ketiga,  muamalah/transaksi bisnis, ketika kedua cara tadi masuk kategori, yang ketiga ini biasanya cukup berat.  Pada dasarnya manusia memiliki sifat tamak dan rakus yang dihembuskan oleh syetan akan dirinya.  Makanya nenek moyang kita, Nabi Adam AS sempat tergelincir dari syurga karena masih ada sedikit, maaf ‘rasa tamak’ di dalam dirinya.  Tentu ceritanya menjadi lain, ketika dia tidak tergoda akan rayuan iblis laknatullah karena ingin menggapai keabadian (baca : rasa tidak puas).  Dan berapa banyak yang kita lihat, ketika semakin tinggi sebuah jabatan seseorang, maka semakin banyak kebutuhannya.  Jadi dengan kita melakukan muamalah atau transaksi bisnis ini apalagi menyangkut masalah uang, perlu kita waspadai.  Dengan uang persaudaraan yang kita bangun dengan susah payah dan memakan waktu yang lama, menjadi sirna hanya gara – gara rebutan uang.  Jika kita meminjamkan uang yang kecil saja, dia sudah tidak amanah, apalagi dengan uang yang besar.  Serta apakah dengan uang tersebut, didapatkan dengan cara yang haram apa halal, apakah dia juga menghalalkan segala cara dalam bertransaksi bisnis.

Cukup ketiga hal ini untuk memahami karakter dasar manusia, sekarang kita lihat, karakter macam apa yang menjadi karakter sejati seorang suami yang menjadi idola para istri.  Jika patokannya adalah Rasulullah Muhammad SAW, maka karakter dasarnya yaitu :

  1. 1. Jujur

Dalam keadaan apapun dan dalam wilayah manapun, tidak ada kebohongan dalam perbuatan dan tindakan seorang Muhammad SAW.  Suri tauladan ini layak kita tiru dalam berbagai aspek.  Ketika ingin melamar, harus dinampakkan aspek – aspek kejujuran, ketika berdagang atau bekerja pun harus dipunyai sifat – sifat ini.  Jika tidak tunggulah saat kehancuran, hancur karena kita pernah merasakan kehadiran Allah SWT yang serba maha melihat apa yang kita lakukan

  1. 2. Bertangggung jawab

Saya sangat yakin, ketika para calon suami diperlihatkan kepada calon mertuanya, yang paling menimbulkan kesan adalah rasa tanggung jawabnya kepada calon istri yang akan di lamarnya.   Walau simbol – simbol fisik dibawa – bawa, tetapi tetap hal yang paling penting buat di pertanyakan adalah, sudah siapkah para calon suami untuk bertanggung jawab kepada calon istrinya.  Aspek simbol – simbol tadi bisa hilang dalam sekejab, tetapi rasa bertanggung jawab tidak akan hilang oleh waktu dikarenakan karakter ini sudah mendarah daging dalam diri calon suami.  Yang paling bisa dipegang adalah daya juang seseorang ketika memegang teguh sebuah prinsip.  Jika berpedoman pada kedudukan saat ini, yang terjadi adalah rasa kecewa.  Bisa jadi nanti kedudukan itu bisa hilang, berapa banyak para pebisnis dan pejabat menjadi jatuh di akhir hidupnya, bahkan ada yang suul khotimah, naudzubillah mindzalik.  Tetapi karakter tahan banting ala Rasulullah SAW, yang pernah merasakan kenikmatan menjadi orang kaya dan kegetiran ketika menjadi miskin dan di jauhi sanak saudaranya ketika era Makkah bahkan sampai beberapa episode dalam era Madinah, inilah yang patut kita contoh dan teladani.

  1. 3. Keyakinan yang kokoh

Ketika layar Islam dikembangkan di semenanjung Arabiyah, tidak pernah ada kata mundur, maju terus pantang berhenti sebelum mencapai puncak kejayaan.  Godaan harta, wanita, kekuasaan datang silih berganti, musuhnya pun bukan menjadi sedikit, malah bertambah banyak.  Dari hari ke hari, penyiksaan – penyiksaan, hinaan – hinaan yang beliau terima semakin menjadi – jadi.  Tetapi dengan memiliki keyakinan yang kokoh, dari hidup berdua bersama istrinya,hingga memiliki banyak sahabat yang membelanya, bukan menjadi tipis akan keyakinan, malah terus membesar seperti efek bola salju, yang menggelinding memenuhi sejarah zaman dari masa ke masa.  Mengalahkan imperium terbesar manapun, membentang dari timur ke barat, membuat cahaya peradaban Islam yang tidak lekang oleh zaman, baik secara duniawi maupun ukhrowi.

Itu mungkin sebagian yang bisa sampaikan pada kesempatan kali ini, tirulah model suami berkarakter idola sejati, tidak hanya buat para istri tetapi juga buat ummat

Wallahu’alam bissawab

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

Http://www.p3kcheckup.com (Pembicara-Penulis-Pengembang Komunitas),

www.p3checkup.wordpress.com & di FB : petiga kehidupan

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.

Petiga Kehidupan Article Series, SENI PERANG, MENANG TANPA PERANG

Uncategorized

Petiga Kehidupan Article Series,SENI PERANG, MENANG TANPA PERANG

By Hari ‘Soul’ Putra

(Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Tulisan ini terinspirasi dari kata – kata Sun Tzu, ahli strategi perang dari China, dia mengungkapkan “Seni berperang adalah menang tanpa berperang.”

Ketika saya masih menjadi mahasiswa di Jogjakarta, ada seorang mantan anggota DPRD Jogja menyatakan, “Seni tertinggi dalam pergaulan di masyarakat adalah komunikasi.  Adu kekuatan fisik sejati adalah mengalahkan, tanpa orang tersebut merasa kalah,” tambahnya.  Beliau mencontohkan, untuk mengalahkan seorang prajurit berbadan kekar yang memiliki banyak teman, cukup dengan berkomunikasi dengan komandannya yang berpangkat kapten, maka Insya Allah prajurit tersebut akan tunduk dan patuh.  Baru seorang kapten saja sang prajurit tangguh sudah bisa ditaklukkan, apalagi jika tempat kita berkomunikasi adalah dengan seorang jendral.  Maka milikilah kemampuan seorang jendral buat menundukkan ribuan prajurit. Artinya, punyailah kemampuan seorang pemimpin, maka pengikut yang berapapun banyaknya akan mengikut, tunduk dan patuh pada kita.

LIMA UNSUR DALAM TUBUH MANUSIA

Mitra sejati, dalam kehidupan kita bermasyarakat, persoalan kejengkelan sederhana, ketidaksenangan pada seseorang atau sebuah komunitas yang akhirnya berujung pada sebuah dendam, merupakan indikasi manusia yang tidak stabil.  Secara psikologis, ada unsur – unsur di tubuhnya yang mengalami kerusakan, untuk itu perlu diperbaiki.

Unsur tersebut antara lain :

1. Unsur fisik

Manusia diciptakan dari segenggam tanah, dalam perspektif Sunnatullah tanah ini merupakan bentuk lain dari bumi.  Di bumi yang maha luas ini bertentangan dengan unsur langit yang tinggi.

Jika di bumi, karena merasa diri rendah, sifat yang paling kelihatan adalah rasa malas.  Malas berbuat sesuatu, malas untuk mengejar cita – cita, malas berusaha, malas ber’ibadah dan segala macam bentuk rasa malas yang timbul dari fisik atau tubuh.  Cara melawan rasa malas ini dengan menggerakkan hati, dikarenakan hati adalah raja, maka ketika hati sudah bergerak, maka rasa malas yang ditimbulkan oleh fisik tubuh menjadi hilang.  Bergeraklah dengan hati yang bersih, hilangkanlah kemalasan dalam diri.

2. Unsur psikis

Agar kehidupan di bumi menjadi semarak, dibutuhkan air yang mengalir, yang menghidupi bumi.  Bahkan masalah air ini menjadi isyu utama di beberapa negeri.  Ketersediaan air menjadi mutlak pada sebuah masyarakat.  Dengan memiliki sumber mata air, bisa timbul sebuah peradaban.  Seperti sejarah pendirian ka’bah, yang nantinya melahirkan pendekar – pendekar peradaban dalam era Makkah dan Madinah.  Bahkan ekspedisi manusia ke planet – planet lain di luar bumi, bertujuan mencari air untuk kelangsungan hidup dari generasi ke generasi.  Sehingga fenomena air menjadi isyu global.

Pada tubuh manusia, yang 70% terdiri dari air (baca : darah), akan bergolak menjadi kacau jika kondisi psikisnya tidak stabil.  Ini diekspresikan dalam bentuk marah.  Lihatlah orang yang sedang marah, selain napasnya yang tidak teratur, darah di tubuhnya menjadi tidak beraturan dan tidak lancar, sehingga mudah sekali dipengaruhi.  Orang yang sedang marah, mudah sekali disusupi syetan, untuk menanggulanginya dengan menyalurkannya pada tempat yang benar atau diam.  Seperti di Jepang, ada namanya destroyer room, ruangan perusak. Di dalam ruangan ini, orang yang lagi marah, disediakan meja, kursi dan alat – alat yang sengaja buat dihancurkan sebagai pelampiasan rasa marahnya.  Jika kondisi ini kita alami, sebaiknya mengistirahatkan fisik. Bahkan benar sekali apa yang ucapkan Rasulullah Muhammad SAW, jika kita lagi marah, berwudhulah dengan air, lalu shalatlah.  Jika air ketemu dengan air, akan kembali ke asalnya.  Sebuah air sungai yang bergejolak, ketika sampai di lautan lepas, menjadi tenang, berkumpul pada teman – temannya.  Bahkan laut yang ganas sekalipun, akan takluk di bumi, yang ini bisa kita analogikan akan tubuh fisik kita yang melakukan gerakan shalat.  Jika masih marah juga, tidurlah, berarti unsur air dan unsur bumi dalam tubuh kita menjadi diam.

3. Unsur emosi

Dalam bahasa Quran, emosi ini bermakna nafsu.  Di bumi yang mengandung unsur tanah dan air, sehingga kita sebut tanah air, bisa diperjuangkan jika memiliki pemicu. Pemicu ini disimbolkan dengan api.  Api memiliki sifat pembakar, baik sebagai cahaya (baca : matahari) atau api sebagai semangat.  Karena tugasnya menyemangati, kedua unsur yaitu tanah dan air, maka nafsu ini perlu dikendalikan pada tingkatan yang wajar.  Seseorang harulah memiliki ambisi, dengan memiliki ambisi, menjadi strum pemicu orang berusaha lebih giat lagi.  Dalam batasan wajar, ambisi menjadi positif, tetapi jika over dosis, ambisi menjadi ambisius, sehingga orang yang terlalu semangat akan menyerang balik dirinya sendiri.  Seperti Iblis laknatullah, karena terlalu berambisi menjadi makhluq paling mulia, maka menjadi sombong ketika ada makhluq lain yang menyaingi eksistensinya (baca : Nabi Adam AS, dari tanah), sehingga bertindak menurutkan nafsu, hingga dikeluarkan dari syurga.

Orang yang terlalu bersemangat, biasanya menunjukkan rasa takut, takut kalau – kalau tidak bisa mencapai ambisi tersebut. Sementara cara meredam rasa takut dengan mengembalikan ke unsur psikis yang terdiri dari air.  Sebagaimana hawa nafsu yang bisa dikekang dengan shaum.  Ketika nafsu, dihukum dengan siksaan panasnya api neraka, yang terjadi adalah semakin menjadi – jadi ambisinya, pun di siksa dengan dinginya api neraka, tertawa tawa oleh rasa geli, tetapi ketika disiksa dengan rasa lapar dan haus, maka ambisi yang terlalu dan merendahkan orang lain menjadi ciut dan mengemis – ngemis minta ampun.  Ketika rasa marah yang berakibat rasa takut ada pada diri kita, jalan keluar terbaiknnya dengan bershaum, menahan diri agar kita menjadi orang – orang yang bertaqwa.

4. Unsur perubahan

Tidak ada yang statis di dunia ini, semuanya berubah menjadi dinamis kecuali perubahan.  Dengan kata lain, tidak ada kepastian di dunia ini, kecuali kepastian akan perubahan itu sendiri. Ibarat angin yang terus berpindah – pindah, maka perubahan akan terus mengalami bentuk.

Hari ini kita berdiri di puncak kehidupan, kemungkinan esok bisa jadi kita terduduk pada serendah – rendah kehidupan.  Angin perubahan akan bisa menjadi jinak, ketika di iringi oleh api semangat positif dalam diri manusia.

Di dalam tubuh manusia, terdapat dua hormon yang bekerja, satu bernama endorphine, yang satu lagi bernama adrenaline.  Hormon endorphine akan bekerja, ketika kita mengalami titik kenikmatan.  Orang – orang yang bertipe ini, baru bergerak dan muncul kreativitasnya ketika di beri inspeksi/visualisasi kenikmatan.  Jika bekerja sebagai seorang profesional, maka tawaran gaji yang tinggi, kedudukan yang meningkat menjadi obsesi dirinya.  Begitupun dengan visualisasi akhirat, maka tipe ini harus diasosiasikan dengan visualisasi dimensi syurgawi.

Jika bertipe adrenaline, kreatifitas dan pergerakannya terjadi ketika diberi tantangan dan kesukaran.   Semakin menantang dan sukar sebuah masalah, semakin menarik dan kreatif hidupnya.  Jika bekerja sebagai seorang pebisnis, tipe ini akan menaklukkan tantangan yang dihadapinya dengan tetap tersenyum serta menikmati di tiap kondisi dan keadaan terpahit sekalipun.  Visualisasi akhiratnya adalah diasosiasikan dengan visualisasi dimensi nerakawi, yang menyakitkan.  Semakin sakit penderitaan, maka semakin nikmatlah hidupnya.

Orang – orang yang memiliki dimensi kreatifitas ini terkadang hanya sampai pada tingkatan simpati.  Dimana tangga menuju puncak simpati, pertama antipati, kedua simpati, ketiga empati, dan puncaknya adalah telepati.  Antipati adalah sebuah keadaan yang berlawanan dengan apa yang kita pikir dan rasakan (no think and not fell as you not think and you not feel), sementara simpati kebalikan dari antipati, berpikir seperti apa yang dia pikirkan, dan merasakan seperti apa yang dia rasakan (think as you think, fell as you feel).  Sedangkan empati adalah suatu kondisi aksi dari berfikir dan merasakan (think as you think, fell as you feel, and act you want them to act).  Terakhir adalah telepati, sebelum dia berfikir dan merasakan, kita lakukan aksi kongkrit (before them think & fell, you act now).

5. Unsur produktivitas

Manusia agar bisa survive di dunia, haruslah memiliki keturunan sebagai pewaris dari estafeta kepemimpinannya.  Tanpa adanya keturunan, berarti bumi ini akan punah, karena tidak ada lagi yang menghidupinya. Karena memiliki keturunan merupakan bagian dari produktivitas dan reproduktivitas seorang manusia hidup, maka ketika di beri napas kehidupan, haruslah mempunyai nilai – nilai keberartian atau kesignifikan hidup untuk ber’ibadah kepada Allah SWT dalam bentuk memperdalam ilmu yang dimiliki sebagai bekal akhirat.  Dengan memiliki ilmu, maka otomatis produktivitas akan terjadi, ketika produktivitas terjadi maka pencapaian – pencapaian hakiki sebagai makhluq mulia akan terjadi.  Bukan terjebak pada sanjungan semu, tetapi pada sanjungan abadi dari sang maha abadi, Allah SWT.  Ketika produktivitas ini dipahamai sebagai kemuliaan semu, maka tunggulah saat kehancuran, ketika kita di sanjung di bumi karena ada maksud terselubung bukan sanjungan tulus, karena kita memang pantas mendapatkannya, maka kemuliaan akan menghampiri kita.

Lawanlah setiap sanjungan dengan senyum ketulusan, berikan energi yang berlebih di diri kita buat kemanfaatan buat orang lain.

Mitra sejati, ketika kita diharuskan berperang, dalam bentuk fisik, lawan terbesar dari diri kita bukan orang lain yang berada diluar diri kita, tetapi rasa malas yang menumpuk pada diri kita.  Ketika berperang dalam bentuk psikis, lawan terbesarnya adalah rasa amarah yang sewaktu – waktu bisa muncul pada saat yang tidak kita kehendaki. Sedangkan berperang dalam bentuk emosi, melawan rasa takut yang berlebihan, Buat berperang dengan unsur perubahan, lawanlah rasa antipati dengan telepati.  Terakhir unsur produktivitas, lawanlah sanjungan dengan senyum ketulusan.

Setelah berperang dengan kelima sifat tadi, memenangkan peperangan tanpa peperangan adalah ciri seorang pejuang sejati.

Wallahu’alam bissawab

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

Http://www.p3kcheckup.com (Pembicara-Penulis-Pengembang Komunitas),

www.p3checkup.wordpress.com & di FB : petiga kehidupan

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.

Petiga Kehidupan Article Series, SIRKUIT RASA TAKUT

Uncategorized

Petiga Kehidupan Article Series,SIRKUIT RASA TAKUT

By Hari ‘Soul’ Putra

(Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Entah di rencanakan atau tidak, terkadang dalam suatu kesempatan, kita mengalami sebuah kejadian yang tidak mengenakkan.  Entah ketika akan berangkat kerja, silahtuhrahiim ke tempat teman, mengunjungi orang sakit, mengantar anak sekolah dan lain – lain.  Biasanya ada yang merespon dengan tetap positif, atau malah menilai dirinya sedang apes/sial hari itu.

KETAKUTAN VS KEBERANIAN

Dalam suatu kesempatan mengunjungi seorang teman di daerah Pasar Ahad, saya naik bis dari terminal Depok.  Setelah menunggu beberapa penumpang, bis jurusan Depok – Grogol merayap menyelusuri jalan Margonda raya.  Tidak berapa lama kemudian, naik 2 orang pengamen laki – laki.  Seperti biasa, ada muqaddimah sebelum mereka bernyanyi.  Sekilas tidak ada yang aneh dari penampilannya, tetapi saat itu hari masih pagi, dan matahari belum terlalu terik.  Berapa kali saya lihat, dari wajahnya muncul, bintik – bintik keringat sebesar biji jagung, setelah berbicara tidak terlalu jelas, baru terasa aroma minuman keras memenuhi ruangan dalam bis.

Setelah bernyanyi 2 lagu, seorang dari 2 laki – laki itu, mengeluarkan plastik bekas bungkus permen, dan mulai menyodorkannya ke penumpang.  Seperti di komando, semua penumpang tidak ada yang  memberi uang ke mereka.

Setelah pengamen tersebut sampai di kursi paling belakang, tiba – tiba terdengar suara gaduh dan terjadi perkelahian satu lawan  satu, rupanya entah siapa yang memulai baku hantam tersebut.  Dan secara tiba – tiba supir bis mengerem mendadak, menghentikan laju bis.  Beberapa ibu – ibu di bangku depan terlihat histeris, anak – anak menjadi takut, bahkan ada yang menangis.  Situasi menjadi kacau, dasar lagi mabuk, pengamen tersebut walau dihujani pukulan berkali – kali, tetap saja menantang orang pertama yang memukulnya.  Tidak berapa lama kemudian, beberapa laki – laki dewasa  mencoba melerai dan menurunkan pengamen tersebut.  Setelah saling tarik menarik, akhirnya pengamen tersebut diturunkan secara paksa.

Setelah bis kembali berjalan, mulailah gelombang komentar bersahut – sahutan seperti orkestra tanpa alat musik.  Berkata ibu yang duduk paling depan, “Sebaiknya di bawa ke polisi aja pengamen tadi, agar tidak mengganggu lagi. Biar di penjara sekalian,” tambahnya.  Di sahut oleh ibu yang duduk di tengah, “Polisi mah, gak bakalan mau memproses, gak ada duitnya.”

“Pukulin aja ampe babak belur, biar tahu rasa dia,” sahut ibu yang rambutnya pendek.

Mitra sejati, kontras sekali suasana ketika, terjadi keributan di awal dengan setelah kejadian berakhir.   Ketika di awal, semua penumpang menjadi kaget dan takut.  Tidak ada yang berkomentar, tetapi setelah melihat banyaknya penumpang laki – laki dewasa di kursi belakang, muncul sedikit keberanian untuk menonton kejadian.  Setelah kejadian bisa di atasi, baru timbul kesadaran untuk menjadi berani dengan komentar – komentar pedas dan terkesan gagah.

Cerita di atas, hanya sebuah kasus, yang mungkin kita pernah temui atau akan kita alami dalam kita hidup bermasyarakat.  Jika seperti itu kejadiannya, apa yang sebaiknya kita lakukan dan bagaimana cara mengantisipasinya.

Di alam bebas, sudah kondratinya yang lemah tidak akan menyerang yang kuat.  Seekor kijang tidak mungkin melawan seekor singa, kecuali singa itu sudah tua, masih bayi atau sedang sakit keras.  Tetapi dalam kita berinteraksi di masyarakat, ada dua lingkungan yang berpengaruh terhadap kita, yaitu

  1. Lingkungan yang tidak teratur, karena permusuhan, konfrontasi dan kekerasan potensial.  Situasi di bis kota tersebut, termasuk kategori ini
  2. Lingkungan yang teratur, kompetitif tapi tidak dengan kekerasan.  Seperti kehidupan profesional, bisnis perorangan, pegawai negeri dan sebagainya

Pada lingkungan yang tidak teratur, kejadian – kejadian yang menimbulkan kekerasan, rasa takut sebaiknya kita hindari.  Bukan karena keburukan karakter, tetapi ekspresi fisik atas suatu pilihan.  Seperti ketika kita menonton acara TV yang bagus atau mematikan TV yang acaranya menyebalkan.  Ini hanyalah sebuah pilihan, menghindari atau menghadapi, jangan masuk wilayah abu – abu.  Jika kita menghadapi, pasti akan kita terima konsekuensi, dan  hadapilah dengan kekuatan terbaik yang kita punyai, jika kita menghindari, tetaplah tenang sambil melihat – lihat kondisi yang terjadi dan ambil strategi penyelamatan diri.

SIRKUIT PENGENAL RASA TAKUT

Rasa takut atau berani, secara ilmiah muncul dari inspeksi/visualisasi, dimana otak/memori merespon, yang akhirnya menghasilkan rasa takut atau berani.

Ketika kita dihadapkan pada situasi lingkungan yang tidak teratur, entah dalam bentuk bahasa tubuh, konflik verbal (langsung atau melalui telepon atau tertulis) dan gangguan properti  (bentuk dari eskalasi kekerasan) maka otomatis muncul sirkuit rasa takut dalam diri kita. Dimulai dari terkejut, muncul perasaan ragu – ragu, lalu cemas akhirnya menimbulkan rasa takut.

Dan secara fisik, ini ditandai dengan : perut tiba- tiba menjadi kaku, ketegangan otot di sekitar leher dan bahu, tubuh menjadi tegang dan kaku, pikiran menjadi buruk, adanya ekspresi wajah yang memucat, denyut jantung menjadi cepat, napas tidak beraturan.

Khusus untuk masalah napas, kita bisa melihat apakah seseorang itu takut atau berani.  Jika dia takut, tanda umum yang muncul biasanya, pernapasannya menjadi cepat dan tidak beraturan, tidak berani membuat kontak mata yang serius dengan lawannya, secara bertahap biasanya menjauh.  Sedangkan orang yang berani, bernapas secara dalam dan terkendali, membuat kontak mata dengan lawannya, perlahan – lahan maju mendekati lawannya dan sikapnya percaya diri.

Jika kondisi ini yang kita alami, sebaiknya jaga jarak dengan orang atau lawan kita, miliki motivasi yang tinggi, lakukan langkah – langkah persuasif, miliki kebiasaan yang positif dengan menggunakan otot dan otak. Baiklah, mari kita kupas satu persatu :

1. Jaga jarak

Hal paling mendasar menghadapi lingkungan yang tidak teratur dan memunculkan rasa takut adalah menjaga jarak dengan orang yang akan kita hadapi.  Ketentuan ini tidak hanya berlaku ketika menghadapi lawan, pada orang yang baru kita kenalpun, perlu waspada dan menjaga jarak.

Ukuran jarak yang ideal adalah 100 cm.  Usahakan tubuh se-rileks mungkin, tetap tersenyum, hilangkan kesan takut

2. Motivasi tinggi

Tidak ada motivasi yang paling tinggi kecuali meluruskan jarum hati dan membela haq yang suci.  Jika motivasi kita karena latah atau ikut – ikutan, takut dihukum, memunculkan perasaan ego dan kebanggaan, maka sebaiknya kita urungkan niat kita itu untuk melawan atau menghadapinya.  Karena ketika kita kalah (konsekuensi logis dari orang yang melawan, jika tidak menang ya kalah), kalahnya kita tidak menjadi pahala, bahkan jika kita mati atau kalah mati atau kalahnya kita. menjadi terhina di dunia.

Sedangkan jika motivasi kita adalah membela diri melindungi orang yang kita kasihi serta membela yang haq dari tujuan suci, yaitu membela diri dari kezholiman orang lain berdasarkan panduan Quran dan Sunnah, maka ketika kita kalah atau mati, maka matinya kita menjadi syahid, sedangkan jika menang menjadi mulia.

3. Persuasif

Setelah kita memiliki motivasi suci meluruskan jarum hati dan membela yang haq, maka tidak kalah pentingnya adalah berkomunikasi secara persuasif.  Pada dasarnya, tidak ada orang yang suka dengan kekerasan, tetapi dikarenakan kondisi dan situasi yang terjadi, maka kekerasan diperlukan.  Sebelum terjadi kekerasan dan rasa takut, sebaiknya melakukan strategi komunikasi, bernegoisasi, mencari titik temu, hingga terhindar dari kekerasan buat kedua belah pihak

4. Miliki kebiasaan positif.

Kebiasaan positif ini, meliputi perpaduan otot dan otak.  Agar bisa digunakan pada kondisi darurat, ada baiknya, dilakukan latihan – latihan seperti daya tahan tubuh atau endurance.  Juga pengaturan napas serta mempelajari, teknik – teknik efektif dalam membela diri.

Diperlukan sebuah situasi dalam bentuk latihan – latihan  menghadapi kekerasan dan rasa takut, agar kombinasi kekuatan otot dan kecerdikan otak dapat menyelesaikan masalah yang muncul.

Setelah itu barulah kita bisa mengendalikan rasa takut yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak teratur tadi.

Wallahu’alam bissawab

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

Http://www.p3kcheckup.com (Pembicara-Penulis-Pengembang Komunitas),

www.p3checkup.wordpress.com & di FB : petiga kehidupan

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.

Petiga Kehidupan Article Series, ANALISA SLP (the Supreme Learning Program) BUAT SEBUAH BUKU

Uncategorized

Petiga Kehidupan Article Series, ANALISA SLP (the Supreme Learning Program) BUAT SEBUAH BUKU

By Hari ‘Soul’ Putra (Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Sudah 2 dasawarsa ini Indonesia memiliki para best author dan para best seller book, jika sebuah karya memiliki dimensi emosional, hal tersebut bukan hal yang aneh.  Dari sejak Indonesia zaman kerajaan – kerajaan, kepenulisan dan kesusasteraan kita yang diwakili oleh para pujangga mengalami perkembangan yang menggembirakan.  Dilihat, dibaca, diapresiasi dan dihargai oleh komunitas dunia.   Bahkan fenomena ini mencapai puncaknya pada zaman keemasan kerajaan Majapahit di Jawa dan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera.

Tetapi tidak kalah menggembirakan, munculnya penulis – penulis fenomenal seperti Ayu Utami dengan novel Samannya, Dee dengan Novel Super Nova, Kang Abik dengan Ayat – Ayat Cinta serta Andrea Hirata dengan tetralogi Laskar Pelangi.  Mereka bukan saja dihargai sebagai best author atau penulis terbaik, tetapi buku – bukunya menjadi best seller, yang artinya dari apresiasi ekonomi buat penulisnya menjadi orang – orang kaya baru dengan profesi sebagai penulis.

Fenomena ini menjadi unik, jika kita lihat bahwa bangsa kita bukan termasuk memiliki habit baca yang baik.  Bandingkan dengan Amerika dan Eropah, dimana penghargaan profesi sebagi penulis dari sisi ekonomi, bisa disandingkan dengan para TOP eksekutif sebuah perusahaan multi nasional (Multi National Company).

Dalam catatan UNESCO (2003), ternyata Indeks Baca (Reading Index) orang Indonesia dibandingkan dengan Negara lain, berada jauh di bawah rata – rata, hanya 0.009.  Amerika Serikat (AS) Indeks Bacanya 53, Jepang 38, Malaysia 15.  Cara membaca Indeks Baca orang Indonesia adalah Sembilan judul buku per sejuta penduduk per tahun.

Bukan habit baca yang baik saja, para penulis fenomenal tadi bisa memiliki passive income yang memadai apalagi jika bangsa Indonesia menjadi negara dengan habit baca, bisa dibayangkan penggandaannya menjadi berkali – kali lipat.

Jika buku sudah jadi industri dengan biaya yang rendah, maka akan meningkatkan kesejahteraan penduduknya, baik dari sisi profesi penulis, dibukanya lapangan kerja baru, dan juga industri kreatif bisa berkembang dengan sangat cepatnya

Sesuai tema bahasan kita kali ini, saya akan membahasnya dari sudut ilmu SLP (the Supreme Learning Program).   Sesuai dengan namanya, maka saya akan membuat sebuah ilustrasi kepada Mitra Sejati.  Jika sebuah karya di anggap fenomenal berdasarkan masuk kategorisasi dengan banyaknya penghargaan dan banyak yang membeli buku tersebut, hal ini berarti secara ALAM BAWAH SADAR, penulisnya telah menjadi magnet buat pembacanya.   Ketika efek alam bawah sadar tadi bekerja, dimulai dari rasa penasaran pembaca akan alur cerita, kekaguman akan gaya bahasa dan hanyut dalam dramatisasi yang dibuat penulisnya. Di tambah dengan efek pemberitahuan dari mulut ke mulut, menjadikan sebuah karya fenomenal menjadi top mind dalam alam bawah sadar pembacanya.

Karena alam bawah sadar ini terkait dengan MOTIVASI, maka sudah selayaknya sebuah ide dalam buku, dipresentasikan dengan bahasa yang mudah dicerna secara sederhana kepada khalayak pembaca.

Adapun secara ALAM SADAR ketika sebuah karya diluncurkan ke tengah – tengah masyarakat, ada apresiasi secara keilmuan yang logis dan bisa dipertanggungjawabkan dari sisi ilmiahnya oleh para kritikus sebuah karya, menurut teori kepenulisan yang telah berkembang sejak manusia mengenal bahasa tulisan.  Dengan membedah karya tersebut, kita bisa ambil sebuah kesimpulan bagaimana pola sebuah tulisan, baik fiksi maupun non fiksi menjadi sebuah karya fenomenal yang digemari masyarakat.  Sehingga ketika kita menemukan pola tersebut, tinggal menduplikasikan ke karya yang lain dengan tentunya memperbaiki dan menyempurnakan akan metode – metodenya.

Karena alam sadar ini terkait denan SAINS, seyogyaknya dibutuhkan sebuah contoh – contoh kongkrit guna mendalami pokok bahasan yang kita buat.  Bisa dari pengalaman – pengalaman kita pribadi, orang lain atau dari firman – firman Allah SWT lewat kitab suci Al Quran.

Baru setelah itu kita masuk kepada ALAM SUPER SADAR, sebuah pemahaman akan siapa yang menggerakkan semua hal di dunia ini, Tetapi banyak dari pembaca belum sampai memahami siapa yang menciptakan sang penulis, memberi inspirasi – inspirasi  hingga bukunya bisa best seller, ini yang sering kita lupakan, yang kita bisa sebut sebagai alam super sadar atau  alam illahiyah.  Ketika kita sampai pada penyadaran akan esensi manusia, kita baru bisa menilai sebuah secara objektif.  Karena pengaruh dari tingkah laku, etika, rekam jejak seseorang, sangat menentukan dalam kita menghargai sebuah karya. Jika karya tersebut sangat bagus secara sastrawi, tetapi kehilangan sisi spiritualnya, maka karya tersebut hanya menjadi makanan otak, bukan makanan hati yang dalam sisi ruuh/semangat.  Sehingga yang membacanya, merasakan getaran keillahian lewat karya – karya orang tersebut.

Terakhir, alangkah indah dan mulianya sebuah karya, memiliki dimensi alam sadar, alam bawah sadar dan alam super sadar.  Jika sebuah karya di apresiasi oleh seorang pembaca yang merasa kagum atas karya tersebut, yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta memiliki nilai ibadah ketika membacanya, maka yang menulis dan membaca karya tersebut akan sama – sama mendapat pahala, tidak saja di dunia dalam bentuk uang, ketenaran maupun kepuasan secara manusiawi, tetapi juga mendapat pahala secara ukhrowi dengan memberikan pencerahan kepada pembaca dan mendapat royalty akhirat ketika si pembaca mengerjakan saran yang diminta oleh penulis tersebut.

Bukankah begitu?

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

Http://www.p3kcheckup.com (Pembicara-Penulis-Pengembang Komunitas)

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.

Petiga Kehidupan Article Series, ANTARA IDE DAN PENERBITAN BUKU

Uncategorized

Petiga Kehidupan Article Series,ANTARA IDE DAN PENERBITAN BUKU

By Hari ‘Soul’ Putra (Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Sudah hampir 3 bulan naskah Andi tergeletak di meja editor sebuah penerbitan di bilangan Jakarta Selatan.  Sesuai dengan perjanjian di awal, ketika Andi memasukkan naskahnya di penerbitan tersebut, si editor menjanjikan, maksimal 3 bulan akan di ambil keputusan, diterima atau tidaknya naskah tersebut.

Sebagai seorang lulusan sarjana perguruan tinggi negeri di Jawa, setelah hampir 5 tahun bergelut dengan dunia akademis dan aktivis, IDEalisme seorang Andi dengan berbagai pengalaman berorganisasi, memutuskan untuk menceritakan pengalaman hidupnya selama 5 tahun tersebut dalam bentuk buku.  Andi berharap, dengan menuangkan pengalamannya sebagai aktivis dan akademisi, dapat menjadi alternatif panduan mahasiswa baru dalam mengarungi lika liku dunia kampus.

Berharap naskahnya diterima, setelah 2 bulan berlalu, Andi memberanikan dirinya untuk menanyakan ke editor.  Dengan tenangnya, sang editor menjawab, naskah masih dirapatkan antara, team marketing dan team editing penerbitan tersebut, dimohon bersabar, karena masih banyak naskah yang masuk dan mendapatkan prioritas.  Mohon untuk menghubungi kembali setelah 1 bulan dari sekarang.

Andi yang saat itu masih menjadi tenaga honorer di lembaga bimbingan belajar, dengan penghasilan sesuai dengan jumlah kelas, memiliki harapan, jika bukunya meledak, menjadi best seller, akan membeli semua kebutuhan, yang selama ini dia tahan – tahan, dikarenakan belum punya uang yang cukup.

Harapan yang digantungkan dengan semangat yang menggebu – gebu, menjadi sirna ketika setelah 3 bulan, editor bicara, bahwasanya naskah Andi belum bisa masuk kualifikasi dari penerbitan tersebut.

Lemas lunglai tubuh Andi, begitu mendengar keputusan dari sang editor.  Sudah tidak ada semangat lagi untuk melanjutkan seri buku yang kedua, bahkan dalam keputusasaannya, Andi berjanji untuk tidak menggantungkan profesi sebagai penulis sebagai profesi utama.  Semangat yang menyala – nyala ketika mahasiswa, menjadi padam begitu mengalami penolakan dari penerbit.

Mitra sejati, itu sekelumit cerita seorang penulis pemula berjuang mencapai cita – citannya yang kandas di tangan penerbit.  Mari kita simak, sisi lainnnya, dari penerbit itu sendiri.  Ketika naskah Andi pertama kali masuk, di screening awal oleh team marketing, untuk dilihat, apakah layak atau tidak naskah tersebut di terbitkan.  Ini biasanya memakan waktu 1 sampai 2 pekan, tergantung dari banyaknnya naskah yang masuk.

Ketika seleksi awal lolos, biasanya masuk ke meja staff umum redaksi untuk dinilai secara  gaya bahasa, komunikatif atau tidak cara penyampaiannya dan lain – lain.  Ini biasanya memakan waktu 1 sampai 4 pekan.  Setelah dinilai oleh staff umum redaksi, baru masuk ke meja kepala redaksi.  Di redaksi yang terdiri dari team, menilai untuk di putuskan secara bersama – sama dalam sebuah panel antara divisi editing, marketing dan kepala penerbitan buku.  Apakah perlu perombakan total alias naskah tidak layak terbit ataukah ada berbagai perbaikan. Jika perlu perombakan total, berarti selesai sudah penantian panjang calon penulis buku, tetapi jika perlu ada perbaikan, biasanya penulis akan dipanggil terkait beberapa perubahan materi, tata letak perwajahan dan sebagainya.

Jika antara team redaksi dan penulis mencapai kata sepakat, dilanjutkan dengan penjadwalan untuk masuk daftar tunggu redaksi (waiting list).  Jadi keputusan diterima atau tidaknya sebuah naskah, pada beberapa penerbitan besar, berkisar antara 1 sampai 3 bulan.  Setelah 3 bulan, baru diagendakan oleh penerbit untuk diproses dengan melibatkan pengarang untuk melihat setting buku, bagian produksi, bagian redaksi atau editing dan bagian pracetak.  Setelah setting dilakukan, dewan redaksi akan mengkoreksi total keseluruhan dummy dari buku.  Setelah mengalami perbaikan dan di acc oleh dewan redaksi, baru buku tersebut bisa naik cetak. Biasanya memakan waktu 2 sampai 4 pekan.

Begitulah kira – kira gambaran singkat penerbitan sebuah buku, dimana buat penulis pemula harus bersabar dan terus memperbaiki mutu dan tema tulisannya

Sekarang kita kembali kepada Andi, apa yang sebaiknya dia lakukan ketika mengalami penolakan dari penerbit buku.

  1. Mengevaluasi dengan menanyakan kepada editor buku, kenapa naskahnya di tolak dan minta saran, untuk perbaikan mutu tulisan dan tema ke depannya.
  2. Membuat tulisan baru yang sesuai dengan kebijakan yang ada pada pihak penerbit buku.

Jika OPSI PERTAMA yang akan kita lakukan, setelah mengetahui beberapa catatan kenapa naskah kita di tolak, alangkah baiknya, karya perdana dari penulis pemula tidak menjadi bahan pengisi tong sampah rumahnya, tetapi bisa mendaur ulang naskah yang ditolak setelah melakukan revisi.  Biasanya revisi yang dilakukan meliputi :

  1. Menambah halaman, jika naskah yang pertama terlalu sedikit, atau memecah menjadi 2 judul buku jika, naskahnya terlalu banyak.
  2. Mencari contoh – contoh kongkrit dari kasus – kasus terkini.  Biasanya para akademisi yang idealis, kecendrungan menulisnya  dengan gaya yang kaku alias terlalu teoritis, kecuali jika buat jurnal – jurnal ilmiah dan buku text book.  Jika buku yang di buat buat konsumsi umum, sebaiknya menulis dengan gaya populer, ini lebih disukai oleh penerbit
  3. Gantilah judul buku jika memungkinkan.  Judul yang terlalu biasa, biasanya jarang diminati orang, karena sudah terlalu umum.  Buatlah judul – judul unik kalo perlu bombastis tetapi tetap sesuai dengan isi kandungan buku
  4. Tawarkan ke penerbit lagi.  Jika sudah mendapat total revisi, coba kembali ditawarkan ke penerbit yang pernah menolak kita, atau penerbit yang sejenis, bisa juga kompetitor dari penerbit yang pertama.

Jika belum juga diterima, sebaiknya kita menurunkan kelas penerbitannya, bisa ke kelas penerbit menengah atau penerbit yang lebih kecil, dengan catatan telah merivisi ulang hasil dari saran penerbit besar/pertama.

Jika masih juga di tolak, ada 2 jalan buat menyelesaikannya :

  1. Menerbitkan dengan jalan indie, atau independent publishing.  Alias menerbitkan naskah buku kita sendiri.  Dengan modal 5 juta, kita sudah bisa menerbitkan ± 200 eksemplar buku dengan ketebalan 200 halaman hitam putih dan di jamin tanpa adanya penolakan.

Jika kekurangan modal, kita bisa join kepada teman atau investor buat menerbitkan buku kita.  Dari hasil buku itu kita bisa memutar cash flow keuangan kita untuk mencetak lebih banyak buku

  1. Jika langkah pertama masih di tolak, datanglah ke digital printing, buat dummy/contoh buku yang mendekati aslinya.  Insya Allah dengan tidak lebih dari 100 ribu kita sudah bisa mendapatkan 2 – 3 Eksemplar buku kita.

Jika masih juga berat, print di rental buku tersebut, buatlah seperti layaknya diktat – diktat kuliah, dengan modal di bawah 20 ribu. Atau seperti rekan saya, dia menjual bukunnya dengan ketebalan 72 halaman, dengan bermodalkan Program .Pdf buat menjadi e-book (elektronik book/buku elektronik)

Yang ingin saya tekankan disini, masih dan akan banyak jalan menuju terbitnya buku kita.  tetap semangat, terus meningkatkan kualitas kepenulisan kita, Insya Allah, jika tiba saatnya, kita akan menikmati hasil kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlash kita tersebut.

Adapun OPSI KEDUA, kata pepatah tak kenal maka tak sayang.  Sebelum kita menulis buku, hendaknya kita memiliki data yang akurat tentang tema – tema khusus dari sebuah penerbitan. Juga tidak kalah pentingnya adalah gaya komunikasi yang menjadi ciri khas sebuah penerbitan.  Untuk mengetahuinya, bisa kita tanyakan kepada penulis yang bukunya sudah diterbitkan oleh penerbit tersebut.  Atau langsung bertemu editor dari sebuah penerbitan dengan cara meminta saran tentang tips – tips menulis buku yang marketable.

Terakhir, pesan yang saya ingin kemukakan, nasehat buat saya pribadi dan mitra sejati sekalian, tidak ada yang bisa menghalangi kita ketika kita memiliki ide.  Sejelek dan tidak marketablenyapun sebuah ide, jika sudah dituliskan dalam bentuk buku, harus kita apresiasi.  Minimal dengan kita menghargai tulisan kita sendiri.  Seorang penulis besar sekalipun, berawal dari mengalami penolakan – penolakan.  JK Rowling, penulis cerita khayal Harry Potter, yang konon pendapatan dan kekayaanya tidak selisih jauh dari Ratu Inggris, sempat merasakan sakitnya sebuah penolakan.  Tetapi dia bisa bangkit dan mengalami happy ending di akhir karir kepenulisannya.

Bukankah begitu?

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

Http://www.p3kcheckup.com (Pembicara-Penulis-Pengembang Komunitas)

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.

Petiga Kehidupan Article Series, REZEKI DI AKHIR RAMADHAN

Uncategorized

Petiga Kehidupan Article Series, REZEKI DI AKHIR RAMADHAN

By Hari ‘Soul’ Putra

(Soul Motivator, CEO Sa’i Center & Praktisi P3K)

Seorang bapak sedang berfikir di rumahnya yang sederhana di daerah Purwakarta.  Seperti  biasa di akhir ramadhan 10 hari terakhir, selalu ada masalah klasik yang muncul.  Dari tahun ke tahun, setiap menjelang bulan Syawal, selalu dipusingkan dengan 1 pertanyaan, apakah akan mudik lebaran ke kampung halamannya di Jawa sana, ataukah menghabiskan 10 hari yang tersisa untuk tekun ber’ibadah sesuai dengan tuntunan Rasulullah Muhammad SAW.

Jika harus mudik lebaran, berarti siap – siap membawa uang ekstra buat keluarga yang ada di Jawa, sekaligus mengalami kemacetan, berdesak – desakkan dengan penumpang bis lainnya.  Belum lagi antara idealisme untuk tetap shaum di bulan ramadhan atau kah membatalkan shaum dikarenakan bepergian sebagai musafir.  Fisik sudah semakin tua, tenaga sudah jauh berkurang, jika harus dipaksakan mudik, setelah pulang dari kampung halaman, berarti harus mengetatkan kembali anggaran belanja keluarga buat bulan – bulan berikutnya.

Jika harus memilih tekun i‘tikaf 10 hari terakhir, yang merupakan masa – masa pengampunan dosa dan terbebas dari api neraka, konsekuensinya, dapur susah untuk ngebul dikarenakan pendapatan yang tidak pasti.  Jika tahun lalu hampir saja mereka tidak sanggup bayar zakat fitrah, dikarenakan kebutuhan sehari – hari yang tidak kenal kompromi, apakah di tahun ini akan mengalami hal yang sama.

Pertanyaan itu selalu menjadi beban dari seorang kepala keluarga seperti dia, yang harusnya sudah memasuki masa pensiun, mengemong cucu, beraktivitas dan berinvestasi buat akhirat, malah terjebak rutinitas ritual budaya yang tidak jelas sumbernya.

Mitra sejati, jika kita lihat sejenak cerita tentang seorang bapak di atas, mungkin kita, saudara, teman, atau kerabat kita pernah mengalami kondisi yang sama, entah kemaren, hari ini atau mungkin lusa, yang kita tidak pernah tahu kapan.

Setiap dari kita, tentu mengalami dilema di atas, beraktivitas buat kehidupan dunia atau berinvestasi buat akhirat.  Momentum yang dihasilkan selalu tepat pada saat yang bersamaan.  Menjalankan perintah agama, sesuai syariat ataukah menjalani ritual budaya yang telah mengakar kuat di masyarakat.

Semuanya itu memiliki suatu konsekuensi yang tidak bisa di anggap remeh.  Karena umur tidak pernah ada yang bisa memprediksikan, bisa jadi seorang kakek tua yang kita anggap sudah bau tanah akan meninggal, malah oleh Allah SWT di beri umur panjang.  Ada anak muda yang kita anggap memiliki masa depan cerah dan umur panjang, mengalami kecelakaan di usia yang relatif masih muda.  Itulah misteri dari illahi, jika Allah SWT berkehendak hari ini, terjadi, maka terjadilah.

Kembali ke cerita bapak di atas, ketika dalam ketermaguan memikirkan langkah apa yang harus di ambil, masuk sms di inbox hp nya suatu pesan.  Setelah membaca pesan tersebut, sambil berkata lirih, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, “ tidak terasa menetes air mata dari wajah yang semakin menua.

Dalam kepanikan yang hampir memuncak, Allah SWT dengan cara tidak terduga, mengirim bala bantuan melalui temannya, mengabarkan, ada order sebagai pendamping awak bis mudik gratis dari Jakarta menuju Yogyakarta.

Seperti menerima durian runtuh, masalah klasik yang menghantui tiap tahun, terselesaikan dengan cara yang tidak terduga.

Sebagai lelaki yang bertanggung jawab kepada keluarga, dia bisa mengajak anak istrinya untuk pulang kampung.  Sebagai kompensasi dari kerja sebagai pendamping awak bis, dia mendapatkan honor yang lumayan, buat bekal di kampung dan makan buat bulan depan.  Bisnya AC berangkat 2 hari sebelum syawal, artinya masih ada kesempatan mendapatkan malam lailatul qadar di malam – malam ganjil, 21, 33, 25, 27 tahun itu.  Zakat fitrah langsung bisa dibayarkan, ketika mendapat persekot atau DP dari usahanya.  Allahu Akbar.

Sebagai penutup, saya kutip Quran Surat Yaasiin ke 36 : 82

“ Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia “.

Jika Allah SWT menghendaki rezeki seseorang cair pada saatnya, tidak ada yang bisa menghalanginya dan tidak ada yang bisa menahannya.  Allahu Akbar.

Salam PETIGA KEHIDUPAN!

http://www.p3kcheckup.com

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK dan BLOG Anda. Terima Kasih.